KABAR PRIANGAN - Kasus aktif pasien Covid-19 di Kota Tasikmalaya terus mengalami penurunan dalam sepekan terakhir ini.
Berdasarkan data hingga Jumat, 13 Agustus 2021, kasus aktif covid-19 di Kota Tasik sebanyak 530 orang. Padahal beberapa hari sebelumnya, angka pasien aktif covid-19 di Kota Tasik mencapai 1.400 orang.
Kepala Bidang (Kabid) Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Kota Tasik, Aspe Hendra mengatakan, penurunan pasien aktif covid-19 di Kota Tasik berimbas pada tingkat keterisian rumah sakit yang juga turun di angka 33,03 persen.
"Alhamdulillah angka terkonfirmasi kita tiap hari terus berkurang. Sehingga daftar keterisian tempat tidur (BOR) pun berkurang juga," ujar Asep, Jumat, 1 Agustus 2021.
Saat ini ujar dia, kalau melihat angka kasus aktif memang sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya.
"Sebelumnya angka aktifnya sempat mencapai 1.400 orang sekarang menurun 500-an orang," terangnya.
Baca Juga: Heboh, Warga Cikajang Garut Temukan Potongan Tubuh Bayi Sedang Dimakan Seekor Anjing
Penurunan angka kasud aktif Covid di Kota Tasik lanjut Asep, diharapkan bukan angka semu akan tetapi angka yang riil adanya.
"Ya mudah-mudahan ini bukan angka semu. Artinya maksud bukan angka semu ini kasus covid berkurang memang betul-betul terjadi atau riil," kata Asep.
Karena menurut Asep, banyak masyarakat yang sakit dengan gejala seperti covid tetapi tidak mau memeriksakan kesehatannya dengan alasan takut diswab dan takut covid.
Baca Juga: Jokowi Beli Sepatu Sneakers dari Greysia Polii, Peraih Medali Emas Olimpiade Tokyo
"Bahkan bahayanya yang terpapar tersebut bisa menularkan kepada yang lain, dan itu masih banyak terjadi," ujar Asep.
Asep menjelaskan, angka kasus covid itu bisa diketahui muncul karena ditest swab atau PCR.
"Sekarang kalau orang yang ditestnya tidak ada karena takut covid, ya otomatis angkanya turun dan semuanya akan terlihat seolah membaik," ujarnya.
Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah Sebutkan Syarat Penerima Bantuan Subsidi Upah Tahun 2021
Padahal menurutnya, yang terjadi bukan membaik, tapi karena masyarakatnya yang enggan ditracing dan ditesting sehingga tidak melaksanakan 3T.
"Yang kita khawatirkan seperti itu, ada keengganan dari masyarakat untuk ditracking, tracing dan testing (3T). Itu intinya," kata Asep.
Misal lanjut dia, ada pasien yang sakit diperiksa ke klinik, dan yang bersangkutan sudah sakit dan hilang indra penciuman.
“Tapi ketika harus tes pake PCR atau antigen, pasien itu tak mau sampai nangis-nangis takut dicovidkan. Padahal gejalannya sudah ada, ini yang bahaya," katanya.
Dampaknya ujar Asep, karena pasien tersebut tidak dicek dan tidak mau ditest swab, trackingnya terputus.
“Maka angka terkonfirmasi positif seolah berkurang seolah tidak terjadi penularan padahal sedang tidak baik. Ini yang kami khawatirkan," ujarnya.***