Minta Lahan Garapan Tetap di Tanah Milik Negara, Kelompok Tani di Kota Banjar Datangi Gedung DPRD

- 7 September 2021, 05:20 WIB
Kelompok Warga Tani Kota Banjar (KWTKB) meminta dukungan kepada Komisi 2 DPRD Kota Banjar agar mereka bisa menggarap lahan tetap. Aspirasi itu disampaikan di ruang rapat paripurna DPRD Kota Banjar, Senin 6 September 2021.
Kelompok Warga Tani Kota Banjar (KWTKB) meminta dukungan kepada Komisi 2 DPRD Kota Banjar agar mereka bisa menggarap lahan tetap. Aspirasi itu disampaikan di ruang rapat paripurna DPRD Kota Banjar, Senin 6 September 2021. /kabar-priangan.com/ D. Iwan/

KABAR PRIANGAN - Masyarakat yang mengatasnamakan Kelompok Warga Tani Kota Banjar (KWTKB) mendatangi Kantor DPRD Kota Banjar, Senin 6 September 2021.

Masyarakat gabungan lintas desa/ kelurahan di Kota Banjar ini, diterima langsung Ketua Komisi 2 DPRD Kota Banjar, Asep Saefurrohmat (Demokrat) bersama anggota DPRD Kota Banjar, Bambang Proyogi (PAN), Sofyan (PKB) dan Esson Ambarita (Nasdem) di ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Banjar.

Kedatangan masyarakat yang dipimpin Panasehat KWTKB, Kasiman dan Ketua KWTKB, Agus Rahmat serta anggotanya ini, menuntut kepemilikan lahan garapan tanah milik negara di Kota Banjar untuk pertanian.

Baca Juga: Gauli Anak Tiri Hingga Hamil 6 Bulan, Buruh Serabutan di Garut Diamankan Polisi

"Kami berharap lahan tidur yang berstatus tanah milik negara dapat dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Hal ini sebagai upaya percepatan merealisasikan visi misi Kota Banjar menuju kota agropolitan di Kota Banjar," ujar Panasehat KWTKB, Kasiman dan Ketua KWTKB, Agus Rahmat, seusai curhat kepada Wakil Rakyat di Kantor DPRD Kota Banjar.

Diakui dia, terakhir ini banyak petani penggarap tak pernah merasa nyaman saat pengelolaan lahan pertanian di tanah milik negara, karena harus berpindah-pindah dan tidak memiliki lahan garapan sendiri.

"Saya sebagai warga Banjar harus mengelola lahan pertanian di wilayah Cisaga, Kabupaten Ciamis. Otomatis sebagai petani pendatang, nasibnya kian tidak jelas saja karena harus bersaing dengan petani pribumi," ujar Kasiman.

Baca Juga: Sosialisasikan Tertib Lalu Lintas, Kasatlantas Polres Banjar Ikut PTM di SMKN 2 Kota Banjar

Diakui dia, dirinya bersama 6 orang mengelola lahan Perhutani sekitar 12 hektar. Sebagaimana unjuran pihak Perhutani pihaknya saat ini telah berhasil memenanam 10 ribu pohon pisang di lahan tersebut.

"Kami melakukan penanaman bibit pisang, mengikuti program Perhutani. Tepatnya, saat ada penebangan pohon jati, saat itulah kami bergerak melakukan pengolahan lahan dan penanaman pohon pisang," ujarnya.

Proses pemamfaatan lahan ini diberi waktu 3 tahun, sampai tanaman jati yang baru ditanam itu tumbuh rindang.

Baca Juga: Kasus Pencurian Kabel di Objek Vital PLTP Darajat Garut Terungkap, Polisi Amankan 2 Pelaku

Kalau dipaksakan melebihi 3 tahun, pertumbuhan pisang jadi kerdil, akibat sinar matahari terhalang daun jati yang tumbuh besar itu.

"Setalah tanaman jati tumbuh berusia 3 tahun. Selanjutnya, kami, penggarap pindah lagi dan mencari lahan baru di kawasan tanaman jati yang ditebang. Aksi pindah-pindah lahan seperti itu dipastikan merepotkan. Akibat buka lahan baru berkali-kali. Saat enak-enak bertani, harus pindah lagi," ujarnya seraya menjelaskan, tanaman pisang mulai berbuah dan dipanen setelah berusia 8 bulan.

Hal senada dikatakan penggarap lahan, Yaya Rusmana. Diakui dia, saat dirinya bersama 10 orang teman, mengelola 1 hektar lahan untuk penanaman jagung di wilayah Ciamis.

Baca Juga: Kisah Pilu Pedagang Bawang Merah dari Boyolali, Ditipu Jutaan Rupiah Saat Transaksi di Malangbong Garut

"Jagung bisa dipanen tiga kali dalam setahun. Tentunya, ini juga merepotkan penggarap, saat harus berpindah-pindah lahan garapan. Tepatnya, setelah kami banting tulang membuka lahan baru, saat asyik mengelolanya, tanah garapan diminta pemilik lahan untuk kepentingan lain. Jelas kami kecewa, namun tak mampu melawan karena tanah itu bukan milik kami," ujar Yaya.

Ditambahkan Agus Rahmat, kendala yang dialami  ratusan orang penggarap lahan milik negara selalu dihantui ancaman perpindahan lahan, berkali-kali selama ini.

Permasalahan yang dialami penggarap lahan kian kompleks, saat berusaha sampingan membuat bata merah, kondisi bahan baku berbentuk tanah lempung semakin sulit.

Baca Juga: Mobil Grand Livina Masuk Jurang di Kawasan Cibalong Tasikmalaya, 4 Penumpang Selamat

Akibat lahan bahan baku bata sebelumnya, dialihfungsikan untuk pembangunan perumahan.

"Saat ini, ada sekitar 100 perajin bata yang kesulitan mencari bahan baku tanah campur lempung. Selain persoalan bahan baku, perajin bata diharuskan bersaing dengan kehadiran hebel atau bata putih ," ujarnya.

Saat mau beralih dari perajin bata menjadi petani, dikatakan Agus, semua perajin bata merasa kesulitan, karena tak memiliki lahan sendiri itu.

Baca Juga: Masyarakat Takut ‘Dicovidkan’, Jumlah Pasien yang Berobat ke Rumah Sakit Turun 60 Persen

Adanya persoalan yang dihadapi penggarap lahan tanah milik negara yang harus berpindah-pindah itu, petani penggarap minta dukungan dari para wakil rakyat agar mereka bisa menggarap lahan tetap.

"Kami berharap dukungan DPRD Banjar dan Pemkot Banjar untuk memperjuangkan petani penggarap memiliki lahan garapan yang tetap, dengan memanfaatkan lahan tidur milik negara yang tersebar di wilayah Kota Banjar. Seperti di Ciamis, Pangandaran dan Garut serta daerah lainnya saja bisa melakukan itu," ujar Agus.

Menyikapi aspirasi yang berkembang saat audien, Ketua Komisi 2 DPRD Kota Banjar, Asep Saefurrohmat didampingi Sofyan (PKB), Esson Ambarita (Nasdem), Bambang Prayogi (PAN), memberikan respons positif.

Baca Juga: Ridwan Kamil dan Istri, Jalan-jalan Naik Motor di Kota Garut

"Penggunaan lahan milik negara untuk dipergunakan sebagai lahan garapan, itu harus ada regulasinya. Untuk itu, harus dipertanyakan dahulu kepada Distan, BPN dan intansi terkait lainnya. Dipastikan kami mendukung percepatan pencapaian kesejahtraan masyarakat Banjar dan mewujudkan Banjar sebagai kota agropolitan," ujar Asep Saefurrohmat, anggota DPRD Kota Banjar dari Partai Demokrat

Untuk merealisasikan aspirasi penggarapan lahan milik negara, diakui Bambang, saatnya dicari bersama formulasi yang benar, biar tak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.

"Menggolkan kepemilikan lahan garapan tetap dari tanah milik negara, mesti kordinasi dahulu dengan Perhutani dan Distan. Karena, intansi terkait ini yang mengetahui detail riwayat tanah yang sebenarnya. Termasuk BPN itu," ujar Bambang.***

 



Editor: Sep Sobar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah