Tiga Jenderal NII Mulai Disidang dengan Dakwaan Melakukan Makar. Ancaman Hukumannya Bikin Merinding

- 17 Februari 2022, 20:11 WIB
Tiga Jenderal NII disidang di Pengadilan Negeri Garut dengan tuduhan telah melakukan dugaan makar, Kamis, 17 Februari 2022. Bertindak sebagai JPU, yaitu Kajari Garut, Neva Sari Susanti dan sebagai Ketua Majelis Hakim, yaitu Ketua Pengadilan Negeri Garut.*
Tiga Jenderal NII disidang di Pengadilan Negeri Garut dengan tuduhan telah melakukan dugaan makar, Kamis, 17 Februari 2022. Bertindak sebagai JPU, yaitu Kajari Garut, Neva Sari Susanti dan sebagai Ketua Majelis Hakim, yaitu Ketua Pengadilan Negeri Garut.* /kabar-priangan.com/Aep Hendy/

KABAR PRIANGAN - Kasus pengibaran bendera Negara Islam Indonesia (NII) dengan terdakwa tiga jenderal NII warga Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut kini mulai memasuki masa persidangan.

Persidangan perdana kasus dugaan makar dengan terdakwa  tiga jenderal NII ini digelar di Pengadilan Negeri Garut, Jalan Merdeka, Tarogong Kidul, Kamis, 17 Februari 2022.

Ke tiga Jenderal NII yang yang terlibat dalam kasus ini pun terancam hukuman maksimal hingga 30 tahun penjara.

Baca Juga: Kota Tasikmalaya PPKM Level 3, Kafe Bisa Buka sampai Pukul 00.00, Kecuali yang Tertutup hingga 21.00

Ada yang istimewa dari jalannya persidangan karena majelis hakim dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Garut, sedangkan jaksa penuntut umum dipimpin langsung Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Garut.

"Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan makar yang melibatkan tiga warga Pasirwangi yang disebut-sebut sebagai jenderal NII," ujar Kajari Garut, Neva Sari Susanti, seusai persidangan.

Dikatakanya, tiga terdakwa yang terlibat dalam kasus dugaan makar itu adalah Odik Sodikin, Jajang Koswara, dan Ujer.

Baca Juga: Kursi Sopir Bergeser, Bus Hilang Kendali dan Tabrak Rumah Warga di Gentong Tasikmalaya

Odik disebut-sebut sebagai panglima jenderal sedangkan Jajang Koswara dan Ujer sebagai jenderal dimana gelar tersebut mereka dapatkan langsung dari Panglima Tertinggi sekaligus Presiden NII, Sensen Komara (almarhum).

Ketiga orang ini menurut Neva, diangkat menjadi jenderal di rumah Sensen Komara yang juga mereka anggap sebagai istana negara.

Pengangkatan ketiganya sebagai jenderal ini pun kemudian diinformasikan kepada para para pejabat dan rakyat NII lainnya.

Baca Juga: Kinerja Presiden Mahasiswa STIA Priatim Tasikmalaya Lebih ke Politik Praktis, Mahasiswa Gelar Sidang Istimewa

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tutur Neva, ketiganya mengaku telah dinobatkan sebagai jenderal oleh Sensen Komara yang merupakan Panglima Tertinggi sekaligus Presiden NII.

Bahkan pengangkatan ketiga terdakwa sebagai jenderal ini diperkuat dengan dokumen-dokumen tertulis sebagai tanda legalitas dan itu menjadi salah satu bukti yang saat ini dimiliki pihak kejaksaan.

"Nanti di agenda persidangan selanjutnya, kita akan hadirkan saksi serta barang bukti termasuk terkait pengangkatan mereka menjadi jenderal NII. Memang ada dokumennya sebagai bentuk legalitas pengakatan mereka sebagai panglima jenderal dan jenderal," katanya.

Baca Juga: Belasan Mahasiswa dan Pemuda Tawang Tasikmalaya Unjuk Rasa, Pertanyakan Transparansi Dana Kelurahan Kahuripan

Neva juga menyatakan, di dalam persidangan selanjutnya pihaknya juga akan mengungkap fakta terkait adanya warga yang menjadi rakyat NII. Saat ini masih dilakukan uji materil dan masih dalam pengembangan.

Menurutnya, pengungkapan fakta-fakta terkait NII di Garut ini penting dilakukan secara tuntas dengan harapan ke depannya keberadaan mereka akan lebih terbuka.

Dengan demikian, temuan-temuan baru terkait dugaan makar yang dilakukan organisasi terlarang ini bisa terus ditemyukan dan ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.

Baca Juga: Lima Situs Keramat di Gunung Geulis Sumedang, Ada Satu Diyakini Sebagai Pintu Gaib

Diungkapkan Neva, ada beberapa pasal yang diterapkan terhadap para terdakwa dalam perkara tersebut. Untuk perkara makarnya, para terdakwa dijerat pasal 107 ayat 1 juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.

"Sedangkan untuk perkara pemufakatan makarnya, kami menerapkan pasal 110 ayat 5. Apabila tuduhan terkait pemufakatan makarnya terbukti, maka ancaman hukumannya bisa dua kali lipat yakni 30 tahun,” ucap Neva.

Selain itu, disampaikannya ada juga pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 ayat 2 Undang-undang ITE kaitan dengan ujaran kebencian yang diunggah di media sosial dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun dan denda Rp1 miliar.

Baca Juga: Hanya Dalam Kurun Waktu Tiga Minggu, Seribu Lebih Kasus Covid 19 Muncul di Kota Tasikmalaya

Sedangkan untuk penghinaan lambang negara, pihaknya menerapkan pasal 66 Undang-undang nomor 24 tahun 2009.

Lebih jauh Neva menjelaskan jika para terdakwa maupun penasehat hukumnya tidak mengajukan eksepsi setelah pihaknya membacakan dakwaan terhadap para terdakwa.

Mereka menyatakan sudah memahami dan mengetahui apa yang didakwakan JPU serta tidak mengajukan keberatan sehingga mereka meminta persidangan dilanjutkan pada agenda selanjutnya.

Baca Juga: Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 19-27 Februari 2022, Berikut Film dan Jadwal Tayangnya

Neva mengatakan, dengan tidak adanya eksepsi dari pihak terdakwa, maka agenda persidangan selanjutnya yang akan digelar Kamis 24 Februari pekan depan yakni pemanggilan saksi-saksi.

Dari pihak JPU sendiri akan ada 10 saksi yang dihadirkan akan tetapi tak menutup kemungkinan akan bertambah.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x