Tradisi Gusaran Masih Lestari di Desa Cikalong, Pangandaran. Membuang Kotoran Jasmani dan Rohani Pada Anak  

- 24 Februari 2022, 21:16 WIB
Seorang anak perempuan sedang digusar, di Desa Cikalong, Kecamatan Sudamulih, Kabupaten Pangandaran. Tradisi gusaran masih dipertahankan oleh masyarakat setempat.*
Seorang anak perempuan sedang digusar, di Desa Cikalong, Kecamatan Sudamulih, Kabupaten Pangandaran. Tradisi gusaran masih dipertahankan oleh masyarakat setempat.* /kabar-priangan.com/Nisfa Farid Rijal /

 

KABAR PRIANGAN - Gusaran merupakan salah satu kebiasaan dalam masyarakat Sunda, yakni berupa acara syukuran bagi anak perempuan sebelum menginjak usia akil balig.

Di Pangandaran, tradisi gusaran tersebut masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh warga Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih.

Arti gusaran adalah menggosokkan uang benggol di gigi. Benggol adalah uang logam kuno yang terbuat dari bahan tembaga.

Baca Juga: Terdakwa Dugaan Penistaan Agama Kace Disidangkan Lagi, Massa dari Berbagai Daerah Kembali Datangi PN Ciamis

Konon, istilah gusaran hanya dipakai untuk anak perempuan sebagai ganti dari khitan yang dilakukan anak laki-laki.

Secara logika, makna dari gusaran itu adalah menghilangkan runcingnya gigi susu. Namun, secara mistis gusaran dilakukan dengan tujuan mencari keselamatan diri atau tolak bala.

Menurut Ki Karnen, tokoh dan sesepuh masyarakat Desa Cikalong, dalam masyarakat adat, sebelum seorang anak perempuan menjadi gadis, terlebih dahulu harus digusar giginya.

Baca Juga: Tiga Jenderal NII Jalani Sidang Lanjutan Dugaan Makar di PN Garut, Saksi Ungkapkan Ini

"Maknanya untuk membuang kekebul atau kotoran jasmani dan rohani pada anak-anak. Adapun tujuan dari tradisi ini untuk mencari keselamatan diri, supaya jauh dari berbagai mara bahaya," ujarnya.

Lanjut Ki Karnen, gusaran juga dipahami sebagai upaya menanamkan nilai-nilai kematangan pada perempuan.

“Tentunya diimbangi dengan didikan orang tua yang terencana, berkesinambungan, dan menyeluruh. Sehingga, kematangan psikologi perempuan sesuai dengan pertumbuhannya,” katanya.

Baca Juga: BPBD Garut Rinci Dampak Banjir Bandang di Cikajang dan Cisurupan, Ini Datanya

"Saat tradisi gusaran digelar, ada tahapan-tahapan yang dilaksanakan, yang bermakna, dalam kehidupan itu ada proses pertumbuhan yang harus dijalani perempuan. Ia dituntut untuk bisa lebih menjaga kehormatan diri, keluarga, dan lingkungan di manapun ia tinggal," ujarnya.

Sebagaimana yang terekam dalam kegiatan gusaran pada sebuah keluarga di Desa Cikalong, kegiatan gusaran ini dilakukan dengan meriah.

Anak perempuan yang berusia sekitar tujuh sampai delapan tahun, tampak duduk di kursi dengan pakaian yang indah, lengkap dengan riasan yang menambah kecantikannya.

Baca Juga: Mantan Wali Kota Tasikmalaya Kembali Diperiksa KPK, Sebagai Saksi TPK Dugaan Korupsi Pengurusan DAK 2018

Acara lalu diawali dengan "sanduk-sanduk" dari sesepuh sebagai pemimpin, yang isinya mengenai filosofi gusaran sebagai upaya penyucian diri.

Kemudian melakukan sawer. Yakni anak perempuan yang akan digusar disawer dengan semacam kidung sambil menebarkan uang pada yang hadir, sebagai ungkapan rasa syukur pada yang Maha Kuasa.

Hikmah dari sawer ini adalah menghilangkan sifat kikir, jumawa, dan keakuan. Dalam kidung yang disenandungkan tersebut, liriknya penuh dengan petuah.

Baca Juga: Arema FC Kalah dari Persebaya, Peluang Persib Duduki Puncak Klasemen Semakin Terbuka

Setelah itu, gigi anak perempuan digusar dengan koin mas atau uang benggol. Yakni merapikan ujung gigi si anak, yang bermakna pula agar si anak lebih berhati-hati dalam bertutur, dan tidak memasukan makanan atau minuman yang kurang mencerdaskan pada tubuh, sehingga bisa mendatangkan penyakit.

Acara dilanjutkan dengan pemberian nasihat oleh sesepuh setempat. Nasihat selain disampaikan pada si anak yang digusar, juga bersifat umum, yakni mengenai derajat perempuan, atau yang berhubungan dengan keseimbangan kehidupan.

Nasihat disampaikan dengan menggunakan Bahasa Sunda yang penuh seloka, kadang diselingi humor untuk memudahkan penyampaian pada masyarakat.

Baca Juga: Delapan Daerah Sudah Diajukan Sebagai Calon Daerah Otonom Baru oleh Pemprov Jabar. Ini Daftarnya

Acara diakhiri dengan berdoa bersama dan menikmati hidangan yang disediakan oleh keluarga yang menggelar tradisi gusaran.

"Kami masih melakukan tradisi gusaran sebagai upaya ngamumule (melestarikan) budaya dan adat Sunda sebagai bagian dari karunia Tuhan Semesta Alam. Karakter orang Sunda yang humanis, harmonis, dan penuh dengan keindahan, harus terus dimakmurkan," ujar Ki Karnen.

Menurut Ki Karnen, kemajuan dan perkembangan zaman yang terjadi hari ini, jangan sampai membuat kita melupakan tradisi leluhur.

Baca Juga: Panglima Santri Jabar Bereaksi: Tak Elok Tasbihkan Adzan dengan Gonggongan Anjing  

"Masyarakat Desa Cikalong juga terus diedukasi, bahwa gusaran tidak hanya menggugurkan ritual semata, namun ada kearifan lokal yang bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan kita bisa memetik hikmahnya," pungkasnya. (Nishfa Farid Rijal)***

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah