Dari Journalist Camp PRMN Eiger 2023, Galih Donikara: Alam Mengandung Bahaya, Kita Mengundang Bahaya

- 29 Agustus 2023, 05:00 WIB
Pegiat alam Wanadri, Galih Donikara, menyampaikan materi saat kegiatan Journalist Camp PRMN Eiger 2023 di area Sari Ater CamperVan Park, Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis 24 Agustus 2023.*/kabar-priangan.com/Arief Farihan Kamil
Pegiat alam Wanadri, Galih Donikara, menyampaikan materi saat kegiatan Journalist Camp PRMN Eiger 2023 di area Sari Ater CamperVan Park, Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis 24 Agustus 2023.*/kabar-priangan.com/Arief Farihan Kamil /

KABAR PRIANGAN - Cuaca menyengat di area Sari Ater CamperVan Park, Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis 24 Agustus 2023 siang. Namun di salah satu bagian area perkemahan, tubuh terasa teduh. Ditambah semilir lembut angin dari dedaunan pohon pinus bisa membuat mata terkantuk-kantuk. Untunglah pembicara dalam kegiatan Journalist Camp PRMN Eiger 2023, Galih Donikara, piawai menyampaikan materi. 

Dengan joke-joke segar diselingi banyolan kocak Bahasa Sunda, Galih Donikara berbicara sesuai tema Perlengkapan dan Perencanaan Peliputan di Alam Bebas, sehingga banyak membuat peserta tertawa. Jejeran pohon di sebelah peserta yang membuat suasana teduh itu pun tak luput disinggung Galih.

Galih Donikara yang akrab dipanggil Kang Galih adalah salah seorang pegiat alam asal Bandung. Di kalangan pendaki Tanah Air namanya tak asing karena ia mempunyai segudang pengalaman mendaki gunung di Indonesia dan dunia. Kang Galih salah satu orang Indonesia yang pernah mendaki puncak tertinggi di dunia yakni Gunung Everest di Himalaya, Nepal, dalam Ekspedisi 7 Summits Indonesia. Pria kelahiran Bandung, 19 Agustus 1965 ini pun termasuk anggota dari organisasi pecinta alam Wanadri.

Baca Juga: Longsor di Banjarwangi Garut Terjadi di Musim Kemarau, Jalan Utama tak Bisa Dilalui

Dalam pemaparannya Galih menuturkan, sebanyak 50 persen keberhasilan ada pada persiapan, termasuk berkegiatan di alam bebas seperti melakukan peliputan. "Kita harus paham terlebih dulu bahwa apa pun kegiatan di alam bebas dari mulai olahraga hingga kegiatannya itu mengandung bahaya sekaligus mengundang bahaya. Alam itu mengandung bahaya, kita mengundang bahaya. Alam itu berhubungan dengan kesulitan, kita berhubungan dengan kerumitan," ucap Galih yang juga anggota Eiger Adventure Service Team itu.

Galih mencontohkan, naik Gunung Tangkuban Parahu mungkin bagi kita tak ada masalah karena bahayanya bisa diprediksi yang artinya bahaya tersebut masih bisa kita kuasai. Tapi Gunung Tangkuban Parahu akan berbahaya bila kita ceroboh saat naik, seperti tak membawa perlengkapan atau melakukan kegiatannya saat hujan. "Itu kita undang bahayanya misalnya naik gunung tak membawa perlengkapan, sepatu yang salah, bekal hanya membawa roti, tapi begitu kemalaman menjadi masalah," kata pria yang berpengalaman dalam Ekspedisi Irian Wanadri-TNI AD tersebut.

Ditambahkan Galih, banyak hal yang terjadi saat berkegiatan di alam bebas karena faktor bahaya yang ditimbulkan atau diundang bahayanya oleh kita. Misalnya banyak pendakian dilakukan malam hari, tentunya saat malam risikonya tersesat atau tersandung bahkan jatuh ke jurang.

Baca Juga: 10 Tahun Kabupaten Pangandaran Berdiri, 20 Kantor SKPD Masih Ngontrak di Rumah Warga

Lantas bagaimana upaya meminimalisir bahaya tersebut? Hal itu diperoleh melalui pengetahuan dengan banyak belajar, diskusi, perlengkapan terpenuhi, serta melatih fisik dan mental. "Kalau wartawan saya kira minimal joging karena liputan itu kan ada yang tak direncanakan. Tiba-tiba bencana misalnya gempa di Cianjur itu tak direncanakan sehingga harus berangkat mendadak dan di sana bisa berhari-hari berminggu-minggu. Nah persiapan itu yang menjadikan kita siap menghadapi kegiatan atau penugasan kapan pun," ucap Galih.

Empat 'Fundamental Skill'

Galih menyebutkan ada empat fundamental skill yang harus dipunyai. Pertama physical skill atau keterampilan fisik. Ia menyebutkan pelatihnya menyarankan dalam satu minggu harus berlatih 150 menit sehingga kalau dibagi enam hari berarti setiap hari 25 menit. "Kalau tiga hari dalam seminggu artinya latihannya sehari 50 menit. Latihannya ya jalan kaki saja karena yang penting bugar," kata anggota Ekspedisi Pendataan dan Penjelajahan 92 Pulau Terdepan Indonesia itu.

Pegiat alam Wanadri Bandung, Galih Donikara.*/kabar-priangan.com/Arief Farihan Kamil
Pegiat alam Wanadri Bandung, Galih Donikara.*/kabar-priangan.com/Arief Farihan Kamil

Kedua yaitu technical skill. Hal ini berkaitan dengan kemana kita akan melakukan kegiatan. "Mendaki gunung technical skill-nya mulai mempersiapkan perbekalan, teknik survival, medical dan lainnya," tutur Galih.

Baca Juga: Backpacker on Budget : Lima Rekomendasi Hotel Murah di Bandung Harga di Bawah Rp250 Ribu yang Tetap Nyaman

Ketiga adalah human skill. Dalam melakukan liputan, pendekatan kemanusiaan sangat berperan, Menurut Galih, human skill orang Sunda terkenal paling bagus yang juga ada istilah malapah gedang. Ia mencontohkan, pasukan Siliwangi paling diterima dimana-mana misalnya di Kongo. Afrika. "Pasukan perdamaian internasional itu banyak pasukan Siliwangi. Diterima di Bali, di Palu karena bawaannya seperti itu. Liputan yang dilakukan wartawan itu juga human skill," ucap Galih.

Keempat, environmental skill yaitu tentang lingkungan. Ia mencontohkan betapa pentingnya pepohonan karena tubuh kita didinginkan salah satunya oleh oksigen. "Oksigen pabriknya di mana? di pohon sebelah kita. Pohon sebesar ini bisa menghidupi kebutuhan oksigen untuk dua orang dewasa," kata Galih.

"Pertanyaannya, setelah kita usia seperti sekarang gratis menghirup oksigen, sudahkan kita berterima kasih kepada alam dengan menanam pohon? Jangan hanya pohon kecil seperti cengek karena itu oksigennya kecil tapi tanam pohon yang bisa tumbuh besar," tuturnya melanjutkan.

Baca Juga: Bobotoh Maung Bandung 'Bukan Kaleng-kaleng' di Pangandaran, Punya Tiga Putri Semuanya Pakai Nama Persib

Dari empat keahlian tersebut, sambung Galih, hal mendasar yang harus dipahami dan disadari adalah melakukan liputan di alam bebas bagi seorang jurnalis risikonya tinggi. Karena itulah jurnalis harus meminimalisir risiko itu dengan persiapan yang matang. "Jangan kita undang bahayanya dengan kecerobohan, dan yang paling bahaya itu adalah sikap kita, kesombongan," ujarnya.

Ia pun menceritakan pengalamannnya saat diajarkan oleh pemandu (guide) dan serva di Nepal, "Katanya, Galih, gunung itu mahluk hidup. Mereka memilih siapa yang berhak naik ke puncaknya. Sampai segitunya, saya percaya bahwa mereka yang meninggal atau celaka di Mount Everest bukan karena ketidakmampuan mendaki tapi mungkin gunungnya tak menerima dia. Karena mungkin gunung tahu, alam tahu, bahwa pada saat berjalan dia sombong, mungkin berbuat tidak baik. Gunung itu memilih," kata anggota Ekspedisi 7 Summits Indonesia dan Ekspedisi Black Borneo itu.

Gunung, 'Mahluk Hidup yang Bertasbih dalam Diam'

Dalam bahasa yang lain, lanjut Galih, sebagai Muslim dirinya membaca juga bahwa gunung adalah "mahluk hidup yang bertasbih dalam diam". Karena itulah para pendaki perlu menghargai gunung. "Jadi, guide atau serva di Nepal itu tak ada yang berantem karena naik gunung itu sebagai ziarah
mereka. Makanya di atas puncak Everest itu bukan sampah, tapi itu adalah kain doa yang mereka selipkan sebagai rasa syukur gunung tersebut bisa menerima kita," kata Galih.

Baca Juga: Kemah Dua hari, 320 Siswa Baru MTsN 2 Kota Tasikmalaya Ikuti Permata Kepramukaan di Pasir Pataya Cibeureum

Galih pun memberikan tips pendakian. Jika seseorang akan mendaki gunung, hal pertama harus dicari adalah informasi dan data, lokasi gunungnya dimana, berapa ketinggiannya, cuaca seperti apa, bagaimana karakter jalurnya. Selain itu dengan siapa kita berjalan, apakah ekstrem perjalanannya, hingga menginapnya berapa lama.

"Itu nanti penting untuk mengikur perbekalan kita. Kalau satu hari satu malam atau tiga hari dua malam ya sesuaikan saja. Cari informasi juga puskesmas dan kantor polisi terdekat dimana, sehingga kalau terjadi apa-apa kita sudah tahu tempat yang dituju. Juga data pos pendakian serta nomor telepon darurat," tutur Galih.

Adapuh kegiatan Journalist Camp PRMN-Eiger 2023 ini diikuti 41 peserta yang merupakan pemimpin redaksi dari jaringan media area Bodebek dan Jawa Barat di bawah naungan Pikiran Rakyat Media Network. Tujuan digelarnya acara kolaborasi PRMN Eiger ini untuk memberikan bekal kepada jurnalis PRMN dalam menguasai teknik peliputan di alam dan luar ruangan. Selain itu diharapkan dapat mempererat hubungan antarmitra yang berada di bawah naungan PRMN.***

 

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah