Tinggal di Tepi PLTA dan PLTS Cirata, Namun Listrik Warga Sangkali Bandung Barat Sering 'Reup Bray'

- 10 November 2023, 21:51 WIB
Warga duduk di depan kediamannya di Sangkali, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 8 November 2023. Bermukim di tepi PLTA dan PLTS Terapung Cirata, listrik warga Sangkali rep byar dan kurang setrum/daya.*/Pikiran Rakyat/Bambang Arifianto
Warga duduk di depan kediamannya di Sangkali, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 8 November 2023. Bermukim di tepi PLTA dan PLTS Terapung Cirata, listrik warga Sangkali rep byar dan kurang setrum/daya.*/Pikiran Rakyat/Bambang Arifianto /

KABAR PRIANGAN - Tinggal di tepi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata nyatanya tidak menjamin warga mendapatkan pasokan listrik. Hal ini terjadi pada sejumlah warga yang tinggal di tepian waduk, listrik mereka reup bray alias berulang-ulang mati hidup.

Awal Mula Masuknya Listrik ke Sangkali

Listrik masuk ke Sangkali pada tahun 2020. Pemasangan listrik dilakukan secara swadaya warga dengan menarik kabel dari wilayah Kampung Cijuhung, Desa Margaluyu, Desa yang berada di seberang Waduk PLTA Cirata, Desa Cijuhung dan Sangkali dekat, hanya terpisahkan oleh waduk.

Listrik merupakan hal yang diharapkan oleh warga, salah seorang warga bernama Hendra mengatakan, "Ngabelaan mamanggul tihang listrik (Sampai dibela-belain memanggul tiang listrik)," kata Hendra kepada Pikiran Rakyat di Sangkali, Rabu 8 November 2023 saat menceritakan antusiasme warga pada waktu pelaksanaan swadaya pemasangan listrik.

Warga pun menggunakan dana pribadi, seperti Hendra yang memakai uang pesangonnya paska PHK dari perkebunan karet untuk memasang listrik. Namun tak disangka, swadaya warga Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat tersebut masih terkendala listrik yang reup bray.

Baca Juga: Siapa Pemukim Israel, Bagaimana Mereka Bisa Tinggal di Tanah Palestina hingga Kini Mencapai 700 Ribu Orang?

Hendra mengatakan sudah setahun lebih mengalami gangguan listrik. Setelah Magrib, sekira pukul 18.30 hingga pukul 10.00 malam, listrik di rumahnya masih hidup mati berulang-ulang. Kendala listrik ini berusaha diatasinya dengan merentangkan kabel untuk memperoleh listrik dari tempat tinggal lain.

Wiwi, istri Hendra mengaku sempat menanyakan persoalan listrik ini kepada pihak ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya, dan dikatakan bahwa akar masalah ada pada kualitas meteran listrik yang tidak baik.

Tetangga Wiwi, Minah, mengalami hal yang serupa, meski listrik rumah Minah tidak rep byar, namun ia mendapati setrum listrik lemah. "Janten saur pihak elektronik ieu mah kakirangan setrum (Jadi kata pihak elektronik --yang memperbaiki televisi--, kondisi itu akibat kekurangan setrum)," tutur Minah.

Baca Juga: Fakta Gelap Kurma Asal Israel, Alasan Pemboikotan yang Muncul Sejak 2012. Kenali Cirinya Agar Tak Salah Beli!

Akibat kurang setrum, banyak barang elektronik milik Minah yang bermasalah, seperti putaran kipas angin yang tidak kencang, dan setrika kurang panas. "Kipas angin ageung keneh hihid (Masih lebih besar tiupan angin kipas anyaman bambu)," tuturnya. Keadaan tersebut, lanjutnya, terjadi dari pukul 16.00 WIB hingga 07.00 WIB.

Permasalahan Penggunaan Lahan

Ayah Hendra yang berusia 70 tahun bernama Pepe mengakui bahwa mereka saat ini tinggal di wilayah lahan PLN, namun ia mengatakan bahwa tidak hanya keluarganya yang tinggal di wilayah tersebut sehingga jika persoalan status lahan dipermasalahkan, ia meminta hal itu juga berlaku kepada warga lainnya

"Model Eretan teh kenca katuhuna PLN hungkul (Seperti warga yang tinggal di Eretan, kiri kanannya juga bermukim di lahan PLN)," ucapnya. Hal ini ia sampaikan karena pada wilayah lahan PLN tersebut, warga Cijuhung ada yang memperoleh sambungan listrik dari pemerintah.

Baca Juga: Setwan DPRD Garut akan Laporkan Pelaku Perusakan saat Aksi Mahasiswa ke Polisi

Pepe tinggal di Sangkali paska tergusur proyek bendungan PLTA Cirata puluhan tahun lalu. Dahulu ia bermukim di Bayabang hingga proyek setrum itu membuatnya angkat kaki dari tempat tinggalnya.

Ia mengaku menerima uang ganti rugi proyek tersebut dan uang tersebut digunakannya untuk berpindah, membeli lahan dan mendirikan rumah di wilayah Cianjur. Namun paska uang ganti rugi habis dan usaha pertaniannya bangkrut, ia pindah ke Sangkali demi menyambung hidup dengan bekerja di perkebunan karet.

Ia dan keturunannya kini tinggal di tepi danau yang dulunya merupakan kampung asalnya. Air danau diberdayakan sebagai sumber PLTS Terapung Cirata yang disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara dan bisa mengalirkan listrik ke 50.000 rumah, namun kenyataannya warga yang tinggal di tepian danau justru memperoleh listrik rep byar dan kekurangan setrum.*

 

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah