Dengan latar belakang keluarganya serta kahidupan keagamaan di kampung yang religius, maka asbabul wurud (sebab-musabab) hingga Iwan menjadi "Kapolsek Rasa Ajengan" dapat dipahami. Iwan bercerita, sekira tahun 1970-1980 di kampungnya setelah pulang sekolah SDN 1 Sukamahi dan SMPN Sindanggalih (SMPN 2 Sukaratu) ia biasa mengaji atau melakoni "sakola agama" (sekolah agama/madrasah diniyah) di madrasah setempat. Kemudian pada malam harinya mengaji di madrasah atau pesantren kecil di kampung tersebut.
Akrab dengan kitab kuning
Tak heran ia juga diajari membaca kitab kuning seperti Safinah, Jurumiyah, Tijan, dan Sulamuttaufik. Adapun ilmu membaca Al Qur'an, ia belajar qiraat selain dari ustaz setempat juga kepada ustaz dari Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya, Hidayatul Mustafid dan Jafar Sidik, yang kini pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kota Tasikmalaya.
Saat sekolah agama itulah biasanya ada imtihan yakni acara ketika akhir tahun pelajaran. Seperti rekan-rekannya, Iwan juga mengisi acara hari-hari besar Agama Islam seperti Muludan dan Rajaban dengan membaca nadoman. Termasuk mengikuti lomba azan bersama anak laki-laki lainnya.
Baca Juga: Ekspos Kasus Curanmor, Polsek Indihiang Polres Tasikmalaya Kota Amankan 26 Unit Motor
Setelah membawakan azannya dinilai mumpuni, uwaknya sering menyuruh Iwan menjadi muazin di masjid setempat. Beranjak remaja dan dewasa ia menjadi muroki lalu dipercaya sebagai badal khatib. Hal itu rutin dilakoni terutama hingga ia menyelesaikan pendidikan di STMN Tasikmalaya 1 Jurusan Mesin (kini SMKN 1 Tasikmalaya) di Cigeureung, Kelurahan Nagarasari, Kecamatan Cipedes.
Hidup mengalir saja
"Apakah sejak kecil bercita-cita menjadi ustaz?" Ditanya begitu Iwan menggeleng sambil tertawa, "Tidak juga, he he saya mah mengalir saja," ucapnya.