RUU KUHP Mengancam Kebebasan Pers. Dewan Pers: Karya Jurnalistik Bukan Kejahatan yang Bisa Dipidanakan

- 16 Juli 2022, 19:02 WIB
Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra menyebut bahwa RUU KUHP mengancam kebebasan pers.*
Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra menyebut bahwa RUU KUHP mengancam kebebasan pers.* /dewanpers.or.id/

KABAR PRIANGAN - Dewan Pers menilai, Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang saat ini tengah digodok di DPR RI dapat mengancam Kemerdekaan Pers.

Dalam RUU KUHP tersebut, terdapat pasal-pasal yang mengancam kemerdekaan pers dan mengkriminalisasikan karya jurnalistik.

Atas hal itulah, Dewan Pers telah menyampaikan catatannya pasal-pasal tersebut kepada Ketua DPR RI. Namun sayang, usulan tersebut sama sekali tidak diakomodasi dalam draf final RUU KUHP.

Baca Juga: Garut Darurat Banjir! Delapan Kecamatan Dilanda Banjir. Kecamatan Mana Saja?

Dalam Siaran Persnya, Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra menegaskan, karya jurnalistik bukan kejahatan yang bisa dipidanakan.

Pelanggaran terhadap etika jurnalistik, kata dia, harus diselesaikan terlebih dahulu melalui prosedur dan mekanisme diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Sementara dalam RUU KUHP yang saat ini draftnya sudah final, kata dia, terdapat sejumlah pasal yang dapat mengancam pada kebebasan dan kemerdekaan pers.

Baca Juga: Go Yoon Jung Dikabarkan Akan Gantikan Posisi Jung So Min di Alchemy of Souls Season 2. Simak Profilnya

 “UU Pidana Jangan Mengganggu Kemerdekaan Pers dan Mengkriminalisasi Karya Jurnalistik,” katanya.

Azyumardi Azra kemudian memaparkan bahwa pada tahun 2017, Dewan Pers telah menerima draf RUU KUHP.

Setelah melakukan berbagai upaya pemahaman RUU tersebut, Dewan Pers menyampaikan delapan (8) poin keberatan terhadap draf RUU KUHP. 

Baca Juga: BNPB: Curah Hujan di Bogor Masih Tinggi, Warga Jabodetabek Diimbau Waspada Bajir 

Dewan Pers telah dan terus mencermati proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan sudah menyampaikan catatan pada September 2019 kepada Ketua DPR terhadap sejumlah pasal RUU KUHP.

“Namun poin usulan itu sama sekali tidak diakomodasi dalam draf final saat ini,” katanya.

Untuk memenuhi salah satu fungsi Dewan Pers sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kata dia, Dewan Pers memberikan pandangan terhadap proses pembahasan dan beberapa ketentuan dalam RUU KUHP.

Baca Juga: Jemaah Haji Indonesia Kembali ke Tanah Air. Simak Jadwal Kepulangannya di Masing-masing Bandara

Dia mengatakan, Dewan Pers memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Pemerintah dan DPR RI yang telah melakukan pembahasan RUU KUHP.

Namun demikian, dalam rangka mewujudkan tata kelola tata pemerintahan yang baik dalam berbangsa dan bernegara, serta memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan, kata Azyumardi, maka pengambilan keputusan penetapan RUU KUHP menjadi Undang Undang,  hendaknya terlebih dahulu mendengar pendapat publik secara luas, tidak hanya berdasar pada pertimbangan kewenangan DPR  semata.

“Ketentuan tersebut telah dikuatkan melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-XVII/2019 Yang pada prinsipnya menekankan  bahwa partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh,” katanya.

Baca Juga: Kalah di Leg Pertama Piala Presiden 2022, Borneo FC Akan Balas Dendam Dihadapan Ribuan Pendukungnya

Setelah mempelajari materi RUU KUHP versi terakhir 4 Juli 2022, Dewan Pers tidak melihat adanya perubahan pada delapan (8) poin yang sudah diajukan.

Untuk itu Dewan Pers menyatakan agar pasal-pasal di bawah ini dihapus karena berpotensi mengancam kemerdekaan pers, mengkriminalisasi karya jurnalistik dan bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam UU Pers 40/1999 tentang Pers.

“Utamanya pasal 2 yang berbunyi ‘Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum’,” katanya.

Baca Juga: Ini Daftar Sekolah yang Terdampak Banjir Bandang di Garut. Sejumlah Buku, Dokumen, dan TIK Hancur

RUU KUHP tersebut juga kata dia, memuat sejumlah pasal yang multitafsir, memuat “pasal karet”, serta tumpang tindih dengan  undang-undang yang ada.

Berikut ini pasal-pasal di dalam RUU KUHP yang mengancam kemerdekaan pers dan mengkriminalisasikan karya jurnalistik.

1) Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;

Baca Juga: Adinda Cresheilla Raih Runner-up Ketiga di Ajang Miss Supranational 2022, Simak Profilnya

2) Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006;

3) Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) HARUS DIHAPUS karena sifat karet dari kata “penghinaan” dan “hasutan” sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi;

Baca Juga: Foto Bareng Anak Kedua Raffi Ahmad yang Berdandan Ala Pangeran Arab, Anya Geraldine Ungkapkan Kebahagiannya

4) Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;

5) Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;

6) Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;

7) Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;

Baca Juga: MS Glow Harus Ganti Rugi Rp37,9 Miliar Atas Penggunaan Merk. Shandy Purnamasari: Beginikah Hukum di Indonesia?

8) Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaa : pencemaran nama baik;

9) Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah