Sementara Kuasa Hukum AG mengatakan bahwa kliennya tidak terlibat dalam kasus tersebut. AG bahkan sempat melerai dan ingin membantu korban.
Atas dasar tersebut, AG disangkakan pasal 76c jo pasal 80 UU PPA atau 355 ayat 1 jo 56 subsider Pasal 354 ayat 1 jo Pasal 56 lebih subsider 353 ayat 2 jo 57 lebih subsider Pasal 351 ayat 2 jo 56 KUHP.
Status anak berkonflik dengan hukum diberikan kepada anak yang melakukan tindak pidana tetapi berusia lebih dari 12 tahun tetapi kurang dari 18 tahun.
Undang-undang sistem peradilan anak mengatur secara tegas keadilan restoratif dan diversi, agar anak terhindar dari proses peradilan dan stigmatisasi, sehingga bisa kembali bersosialisasi dengan masyarakat.
Untuk ketiga kalinya, AG diperiksa oleh tim Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor), sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya, Komber Pol Trunoyudo Wisnu Andiko.
Selain Apsifor, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Nama Seto Mulyadi atau Kak Seto menjadi sorotan dalam kasus tersebut. Pasalnya ia adalah salah satu tokoh perlindungan anak yang turut prihatin terjadinya penganiayaan terhadap anak dibawah umur, dan juga melibatkan anak dibawah umur.
Kak Seto juga menyayangkan beredarnya profil AG di masyarakat. Tetapi warganet justru menyinyiri sikap prihatin tersebut. Mereka menganggap label anak dibawah umur membuat pelaku tidak mendapatkan hukuman yang pantas atau sesuai.