KABAR PRIANGAN - Kerusuhan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, seusai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam pekan ke-11 BRI Liga 1 2022 2023, Sabtu 1 Oktober 2022 malam, menjadi tragedi terkelam dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Terjadinya tragedi yang awalnya karena sejumlah suporter Arema FC, Aremania, tak menerima hasil pertandingan karena kalah di kandang skor 2-3 hingga masuk lapangan mendatangi para pemain dan official tim, membuat suasana lapangan chaos.
Namun sikap aparat kepolisian yang ditugaskan mengamankan laga tersebut pun mendapat kecaman karena dinilai tak selayaknya mengeluarkan gas air mata yang telah dilarang dalam statuta Federation International de Football Association (FIFA) sebagai induk organisasi sepak bola dunia. Berdasarkan data resmi pemerintah, sebanyak 125 orang meninggal dunia dalam tragedi kemanusiaan tersebut.
Terhadap tragedi dunia sepak bola yang menurut Presiden FIFA Gianni Infantino "Hari yang gelap bagi semua yang terlibat dalam sepak bola dan sebuah tragedi di luar pemahaman" itu, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) langsung membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kejadian ini dari sisi sepak bola.
Hasilnya, Komite Disiplin (Komdis) PSSI resmi memberikan sejumlah hukuman untuk tim Arema FC, panitia pelaksana (panpel), dan security officer yang disampaikan Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing, Selasa 4 Oktober 2022.
Dalam putusan itu, Arema FC dan panpelnya dilarang menyelenggarakan pertandingan dengan penonton sebagai tuan rumah sampai akhir musim ini dan harus dilaksanakan di tempat yang jauh dari homebase Malang dengan jarak 210 kilometer dari lokasi. Selain itu, Arema FC dikenakan sanksi sebesar Rp 250 juta.
Kepada Ketua Panpel Pertandingan Arema FC vs Persebaya Abdul Haris, dan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno, Komdis PSSI menghukumnya tidak boleh beraktivitas di lingkungan sepak bola seumur hidup.
Berikut tiga putusan lengkap Komdis PSSI untuk Arema FC, panpel, dan security officer, seperti dilansir laman PSSI:
Putusan Pertama; "Kepada klub Arema FC dan panitia pelaksananya keputusannya adalah dilarang menyelenggarakan pertandingan dengan penonton sebagai tuan rumah. Dan harus dilaksanakan di tempat yang jauh dari homebase Malang. Kemudian itu jaraknya 210 kilometer dari lokasi."
"Kedua, klub Arema FC dikenakan sanksi Rp 250 juta. Yang ketiga, pengulangan terhadap pelanggaran terkait di atas akan berakibat pada hukuman yang lebih berat. Ini adalah hasil sikap kepada klub dan panitia pelaksanaanya pada Oktober kemarin."
Putusan Kedua; "Sedangkan kepada Panitia Pelaksana, siapa itu ketuanya, yaitu Saudara Abdul Haris, sebagai Ketua Pelaksana. Sebagai Ketua Pelaksana dia harus bertanggung jawab terhadap kelancaran event besar ini. Dia harus jeli, dia harus cermat dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan."
"Kami melihat Ketua Pelaksana tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan cermat, dan tidak siap. Gagal mengantisipasi kerumunan orang datang padahal punya steward. Ada hal-hal yang harus disiapkan, pintu-pintu yang seharusnya terbuka, tapi tertutup.
Ini menjadi perhatian dan pilihan kami adanya hal-hal yang kurang baik, mungkin pengalaman juga, kepada saudara ketua Panitia Pelaksana, Abdul Haris, tidak boleh beraktivitas di lingkungan sepak bola seumur hidup."
Putusan Ketiga ; "Kemudian ada kepada officer atau steward, orang yang mengatur semua keluar masuk penonton pintu semuanya. Siapa itu? security officer Arema FC adalah Suko Sutrisno. Dia bertanggung jawab kepada hal yang harus dilaksanakan tapi tidak terlaksana dengan baik."
"Merujuk pada pasal 68 huruf A, junto pasal 19, junto pasal 141 Komdis PSSI, tahun 2018, saudra Suko Sutrisno sebagai petugas keamanan security officer tidak boleh beraktivitas di lingkungan sepakbola seumur hidup.
Itu tiga hal yang kami putuskan oleh Komdis dari hasil investigasi kami di lapangan."
Demikian hasil putusan Komite Disiplin PSSI untuk Arema FC dan panitia pelaksana pertandingan. Saat menyampaikan putusan atas tragedi di Stadion Kanjuruhan tersebut Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing, didampingi, Ketua Asprov Jawa Timur yang juga Juru Bicara Tim Investigasi PSSI, Ahmad Riyadh.*