Program Sekolah Penggerak, Guru Bergerak Kreativitas Siswa Meningkat (Bagian 3)

18 April 2023, 14:54 WIB
Siswa SMPN 2 Gunungputri Kabupaten Bogor tengah mempraktikan pembuatan eco enzyme.* /Instagram.com/@smpn.duagunungputri/

 

KABAR PRIANGAN - Untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar, tentunya tak semudah seperti yang dibayangkan. Banyak kendala yang dihadapi oleh guru maupun sekolah, mulai dari sarana dan prasarana, kesiapan sumber daya manusia, hingga ke masalah kesiapan anak didik.

Seperti dikatakan Kepala SDIT Tunas Islam Global, Tony Subawanto, M.Pd yang mengakui, minimnya pengalaman guru dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar menjadi kendala tersendiri bagi sekolahnya.

Dia mengakui, sebagai sekolah swasta, kerap terjadi pergantian guru. Kondisi ini menyebabkan pengetahuan dan pengalaman guru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka tidak maksimal.

“Kendala lainnya, variatifnya kemampuan SDM yang ada serta dukungan teknologi informasi yang terbatas. Proses digitalisasi belum optimal, serta belum seluruh kelas dilengkapi LCD atau infocus,” kata Tony.

Berbeda dengan Tony, Ida Zuraida, M.Pd, Kepala SMPN 2 Gunungputri, Kabupaten Bogor mengaku, kendala utama yang dihadapi sekolahnya dalam menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar adalah pola pikir atau mindset guru yang belum berubah.

“Tidak banyak, hanya satu atau dua guru saja. Dan kami optimistis, mereka lama-lama akan mengikuti teman yang sudah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar,” kata dia.

Kendala yang banyak dihadapi justru di tingkat SMA. Kepala SMAN 3 Cibinong, Asep Anwar, S.Pd, MM mengakui, kendala utama yang dihadapi sekolahnya adalah banyaknya guru yang tak menguasai teknologi IT. Sementara dalam proses belajar Kurikulum Merdeka Belajar, justru lebih dominan penggunaan teknologi komputer.

Kendala lainnya, kata dia, yaitu dalam hal managemen waktu. “Ketika kita ingin menjabarkan tentang IKM ini kepada anak, dibutuhkan waktu yang lumayan cukup panjang agar kita bisa melayani kompetensi atau gaya belajar anak,” katanya.

Selain itu, hal yang cukup mengganggu dalam proses pembelajaran adalah belum meratanya jaringan internet di tiap kelas. “Kondisi ini pun menjadi kendala tersendiri bagi kami,” katanya.

Selain itu, kata Anwar, ada juga keterbatasan dalam hal referensi atau buku-buku untuk anak-anak berliterasi. “Kemudian kebanyakan di antara para guru mindsetnya belum memiliki perubahan yang signifikan kepada kurikulum Merdeka Belajar,” katanya.

Hal lainnya, yaitu saat anak-anak memasuki penjurusan atau peminatan yang disediakan cukup beragam oleh pemerintah. Sementara faktanya, kami masih kekurangan SDM untuk memberikan layanan pendidikan yang beragam. “Ini menjadi kendala tertentu bagi kami,” katanya

Kendala yang banyak dirasakan juga oleh pihak Sekolah Luar Biasa yang mengikuti Program Sekolah Penggerak. Kepala SLB Ayah Bunda, Titin Sulistiawati, S.Pd menjabarkan, terdapat empat kendala yang dihadapinya, yaitu keterbatasan perangkat ajar,  keterbatasan sumber daya manusia, keragaman peserta didik, hingga . Minimnya fasilitas sarana prasarana di SLB Ayah Bunda.

Dia menjelaskan, jumlah peserta didik di SLB Ayah Bunda 66 dan TKLB 20 orang, membutuhkan ruang kelas yang memadai. Tapi saat ini ruang kelas belum mencukupi untuk melayani semua peserta didik.

“Termasuk di dalamnya fasilitas ruang keterampilan, perpustakaan, ruang guru, ruang TIK, ruang program khusus belum tersedia  dan juga media belajar kekhususan belum tersedia secara lengkap,” paparnya.

Namun demikian, dengan kondisi kekurangan sarana prasarana belajar, tidak menjadi halangan bagi sekolahnya untuk bergerak memberikan pendidikan pada peserta didik di SLB Ayah Bunda.

“Sarana prasarana yang minim kami siasati dengan memaksimalkan semua fasilitas yang ada. Seperti ruang perpustakaan yang belum kami miliki kami memaksimalkan Pojok Baca di setiap kelas,” paparnya.

Juga Perpustakaan Digital yang tersedia untuk kebutuhan membaca serta barcode-barcode buku yang dibuat oleh peserta didik di SLB Ayah Bunda, tersedia di sekeliling sekolah. “Peserta didik, guru dan orang tua hanya scan barcode maka semua akan dapat membaca,” pungkasnya.

Kendala dalam penerapan Kurikulum Merdeka Belajar ini pun diakui oleh Pengawas yang terlibat dalam Program Sekolah Penggerak, Totoy Fadillah, S.Sn, M.Pd. Menurutnya, kendala yang paling banyak ditemui adalah masalah sarana dan prasarana yang kurang mendukung untuk menerapkan Kurikulum Merdeka.

Selain itu, kata dia, merubah mindset atau cara berpikir guru dalam melaksanakan Kurikulum Merdeka. “Ini juga menjadi tantangan tersendiri. Karena merubah pola pikir ini perlu proses dan cara tertentu,” katanya.

Kendala lain yang ditemui, kata dia, masih ada guru yang mengajar tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampu sehingga kesulitan dalam menganalisis Capaian Pembelajaran. “Ini juga kendala tersendiri dalam penerapan Kurikulum Merdeka,” kata Totoy.***

 

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler