Seminar Hak dan Kesehatan Reproduksi, Pesantren Menunjukkan Kapasitasnya Mengedukasi dan Melindungi Santri

- 24 Januari 2022, 21:10 WIB
Sekitar 500 santri Pondok Pesantren Riyadlul Ulum Wadda'wah, Condong, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya mengikuti seminar bertema hak dan kesehatan reproduksi di aula pesantren, Senin 24 Januari 2022.*
Sekitar 500 santri Pondok Pesantren Riyadlul Ulum Wadda'wah, Condong, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya mengikuti seminar bertema hak dan kesehatan reproduksi di aula pesantren, Senin 24 Januari 2022.* /Kabar-Priangan.com/Asep MS

KABAR PRIANGAN - Sejumlah kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren dan lingkungan pendidikan lainnya yang saat ini kerap terjadi, mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan termasuk dunia perguruan tinggi.

Salah satu perhatian dari Yayasan Anthrophile Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung dengan menggelar kegiatan DU3 (Dari Ukhti untuk Ukhti) kolaborasi Yayasan Kala Manusia (Anthrophile), Ruang Temu Generasi Sehat Indonesia (Rutgers) dan Pusat Studi Gender dan Anak Unpad.

Workshop/seminar bertemakan hak dan kesehatan reproduksi dengan perspektif ilmu kesehatan, sosial, dan agama sebagai bentuk perhatian kepada para santri bertempat Ponpes Riyadlul Ulum Wadda'wah Condong Cibeureum dan Ponpes Cipasung Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.

Baca Juga: Kasus Dugaan Keracunan Massal di Sodonghilir Tasikmalaya, Polisi Selidiki TKP Hajatan dan Saksi Korban

"Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan para santri mengenai hak dan kesehatan reproduksi sebagai remaja perempuan dan laki-laki serta melakukan deklarasi Jaringan Anti Kekerasan Gender dan Seksual,"

ujar perwakilan dari pusat studi gender dan anak Unpad Bandung Sakti Herdiansah kepada wartawan di Pondok Pesantren Riyadlul Ulum Wadda'wah, Condong, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya, Senin 24 Januari 2022.

Menurut Sakti, kegiatan tersebut terselenggara berawal dari kehawatiran karena dalam sebulan terakhir hangat sekali isu-isu yang kurang enak terutama di lingkungan pesantren terkait kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum tertentu.

Baca Juga: Tol Cisumdawu Resmi Dibuka,Ridwan Kamil: Biaya Tol Seksi 1 Digratiskan Dua Minggu

Oknum tersebut memanfaatkan kekuasaan dan ketidaktahuan atau keterbatasan informasi dari pada para santri.

"Jadi kami disini berusaha melakukan suatu kegiatan edukasi untuk masuk ke ranah yang dianggap oleh masyarakat umum sulit untuk dipenetrasi dalam tanda kutip yaitu lingkungan pesantren," ujarnya.

"Tujuannya untuk memberikan pendidikan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksualitas yang disesuaikan dengan prinsip dan norma keagamaan di lingkungan pesantren," kata Sakti, menambahkan.

Baca Juga: 'Panic Buying' Konsumen Minyak Goreng Termasuk di Tasikmalaya, YLKI: Kesalahan Strategi Marketing Pemerintah

Selain itu, lanjut Sakti, pihaknya juga ingin memberikan gambaran bahwa sebetulnya pesantren itu bisa menunjukan kapasitasnya untuk memberikan edukasi dan melindungi para santri yang ada di lingkungan pesantren.

Menurutnya, ada tiga materi besar yang disampaikan. Pertama dari sisi tes kesehatan seperti memperkenalkan organ reproduksi, penyakit menular seksual, organ tubuh, pubertas dan yang lainnya yang berhubungan dengan biologis.

Kedua, memperkenalkan apa itu gender, apa itu seksualitas. "Itu perlu disampaikan karena bagaimanapun santri bakal dihadapkan pada dunia yang bertransformasi yang tentunya juga penyampaiannya disesuaikan dengan norma-norma pesantren," katanya.

Baca Juga: Kerap Lempari Rumah dengan Batu, Dua Remaja di Tasikmalaya Babak Belur Dihajar Warga

Ketiga, lanjut Sakti, setelah mereka mendapatkan pemahaman dasar dari sisi sosial dan biologisnya, materi yang disampaikan mulai masuk pada kasus-kasus kekerasan seksual.

"Sehingga para santri dan santriwati itu bisa melindungi dirinya dan bisa menjauhi terhadap terjadinya kekerasan seksual yang bisa saja terjadi dilingkungannya. Intinya tujuan kegiatan ini mengedukasi santri terkait seksualitas dan pendidikan seksualitas," katanya.

Kegiatan dilaksanakan di Tasikmalaya karena Tasikmalaya merupakan kota santri atau kota dengan jumlah pesantren yang cukup banyak. "Sebenarnya sasarannya di seluruh Jawa Barat, namun saat ini fokus di Tasikmalaya  yang dikenal daerah seribu pesantren," ujarnya.

Baca Juga: Massa Aksi di Tasikmalaya Tuntut Pemecatan Arteria Dahlan, Bawa Kujang, Golok Hingga Ular Berbisa

Sakti menjelaskan, dengan melihat sejumlah kasus yang terjadi, edukasi seperti itu sudah menjadi sangat perlu dan sudah sangat mendesak untuk dilakukan.

"Karena bagaimanapun kita harus memperlihatkan kepada masyarakat umum bahwa pondok pesantren itu tidak seperti apa yang telah dilakukan oleh oknum-oknum yang telah mencoreng nama baik pondok pesantren," ujarnya.

Jadi, kata dia, pesantren harus sangat familiar dengan bagaimana pendidikan seksual dan perlindungan kejahatan seksual.

Baca Juga: Tiga Tersangka Pembuat dan Pemilik Rumah Produksi Miras di Tasikmalaya Diancam 15 Tahun

"Setidaknya dengan kegiatan edukasi seperti ini, ketakutan akan bahaya-bahaya yang seperti kini muncul yang telah menimbulkan ketakutan publik, stigmanya bisa teredukasi. Sehingga santri ketika menghadapi adanya tendensi seksual dari siapa pun dia bisa melindungi dirinya," ujarnya.

Peserta kegiatan cukup baik. Awalnya pesantren mempersilahkan semua santri dengan jumlah lebih 3000 orang dilibatkan.

"Namun dengan berbagai pertimbangan dan keterbatasan sehingga melibatkan hanya siswa kelas II SMA yang merupakan kelas usia emas untuk mendapatkan pendidikan seksual," ujar Sakti.*

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x