Bombardir Brutal Israel Ancam Kelumpuhan Ekonomi Gaza Palestina, Sepertiga Penduduk dalam Kemiskinan Ekstrem

- 2 Desember 2023, 06:00 WIB
Kondisi bangunan yang hancur di Gaza, Palestina.*/ Anadolu Agency
Kondisi bangunan yang hancur di Gaza, Palestina.*/ Anadolu Agency /

KABAR PRIANGAN - Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, tingkat kemiskinan di Jalur Gaza telah mencapai 53 persen, dengan sepertiga (33,7 persen) penduduk Gaza hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Sekitar 64 persen rumah tangga di Gaza kini tidak memiliki cukup makanan, dan tingkat pengangguran mencapai 47 persen. Jumlah ini adalah salah satu yang tertinggi di dunia.

Disebutkan, harga produk saat ini menjadi tidak terjangkau: Air minum dalam kemasan, sebelumnya seharga 2 shekel (Rp7.700), kini menjadi 4 atau 5 shekel (Rp12.400 - Rp15.500). Sekotak telur seharga 45 shekel (Rp186.400). Satu kilogram garam, sebelumnya seharga 1 shekel sekarang menjadi 12 shekel (Rp50.000), sementara gula menjadi 25 shekel (Rp104.000).

Baca Juga: Hari ke-56 Perang Israel-Hamas Palestina: Daftar Peristiwa Penting 1 Desember 2023, Gencatan Senjata Berakhir

Menurut Elhasan Bakr, seorang analis ekonomi yang berbasis di Gaza, distorsi harga telah menyebabkan inflasi antara 300 dan 2.000 persen untuk berbagai produk. Bahkan sebelum 7 Oktober 2023, blokade Israel selama 17 tahun di daerah kantong pesisir tersebut telah mengakibatkan kerugian sebesar $35 miliar atau sekitar Rp543 Triliun bagi perekonomian Palestina.

"Agresi Israel yang terbaru telah menjadi paku lain dalam peti mati ekonomi Gaza," kata Bakr kepada Al Jazeera. "Kerugian langsung pada sektor swasta telah melampaui $3 miliar (Rp46 Triliun), sementara kerugian tidak langsung lebih dari $1,5 miliar (Rp23 Triliun)," tuturnya menambahkan.

Aktivitas Ekonomi Lumpuh Total

Ia juga mengatakan bahwa sektor pertanian telah mengalami kerugian langsung sebesar $300 juta (Rp4.6 Triliun). "Ini termasuk pencabutan dan pembuldoseran pohon-pohon berbuah di lahan pertanian di bagian utara dan timur dekat pagar Israel, yang berarti masih beberapa tahun lagi sebelum para petani dapat menuai hasilnya," ucap Bakr.

Baca Juga: Kondisi Gaza Palestina Terkini: Harga Barang Meroket hingga Warga Berjalan Melangkahi Mayat-mayat di Jalanan

"Kita berbicara tentang kelumpuhan total aktivitas ekonomi di Gaza. Ada 65.000 fasilitas ekonomi, mulai dari industri pertanian hingga jasa, di sektor swasta yang telah hancur atau berhenti beroperasi karena perang. Hal ini mengakibatkan hilangnya banyak pekerjaan, yang pada akhirnya menyebabkan kurangnya ketahanan pangan," katanya.

Selain itu, sejumlah kecil bantuan yang diizinkan oleh Israel untuk masuk ke Gaza tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir satu juta pengungsi yang tinggal di sekolah-sekolah PBB bahkan untuk satu hari.

Bakr memaparkan bahwa Jalur Gaza membutuhkan 1.000 hingga 1.500 truk per hari untuk memenuhi kebutuhan 2,3 juta penduduknya. Sementara saat ini angkanya jauh dari itu, "Dari 22 Oktober hingga 12 November, dalam 20 hari itu, kurang dari 1.100 truk memasuki Jalur Gaza, Tidak sampai 400 truk di antaranya membawa produk makanan. (Jumlah itu) hanya 10 persen dari kebutuhan sektor pangan Gaza yang terpenuhi. Ini sama sekali tidak cukup, terutama ketika Anda mempertimbangkan fakta bahwa, sebelum 7 Oktober, setidaknya 500 truk masuk ke Jalur Gaza setiap hari".

Baca Juga: Donasi Membasuh Luka Palestina di Sumedang Terkumpul Rp461 Juta Lebih

Kehancuran Infrastruktur

Ada juga masalah kurangnya kompensasi untuk bisnis, kata analis ekonomi, Elhasan Bakr. Dia menunjuk pada fakta bahwa setelah perang Israel sebelumnya di daerah kantong tersebut, bantuan donor lebih berpusat pada pembangunan kembali unit-unit rumah, daripada mendukung perekonomian.

Menurut perkiraan PBB, empat serangan terakhir Israel di Jalur Gaza antara tahun 2009 dan 2021 menyebabkan kerusakan yang diperkirakan mencapai $ 5 miliar, tetapi tidak ada satu pun dari kerusakan pada perang tahun 2014 dan 2021 yang telah diperbaiki.

"Kita berbicara tentang kehancuran infrastruktur dasar yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dibangun kembali, dari jalan raya, menara komunikasi, instalasi listrik, dan perluasan sanitasi," kata Bakr.

Baca Juga: Risiko Wabah Hantui Gaza Palestina, WHO: Penyakit Dapat Membunuh Lebih Banyak Orang daripada Bom

Gaza Tak dapat Ditinggali Lagi

Namun hingga saat itu, ekonomi Palestina tidak akan pulih kecuali ada upaya internasional yang besar dalam memberikan bantuan, dan tingkat kemiskinan serta pengangguran akan mencapai rekor tertinggi.

"Gaza pada saat ini sudah tidak dapat ditinggali," kata Bakr, seraya menambahkan bahwa lebih dari 300.000 orang telah kehilangan tempat tinggal. "Kami membutuhkan waktu minimal lima tahun untuk kembali ke kondisi sebelum perang dimulai," tuturnya.***

Sumber: Al Jazeera

 

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah