Kasus Dugaan Korupsi Fingerprint, Kejari Tangkap Mantan Sekdis Pendidikan Kabupaten Ciamis dan Rekanan

1 Juni 2021, 15:09 WIB
Salah seorang tersangka dugaan korpusi finggerprint yang juga mantan Sekdis Pendidikan Kabupaten Ciamis terpaksa digelandang oleh Kejari Ciamis menggunakan kursi roda karena sakit. /kabar-priangan.com/Agus Pardianto/

KABAR PRIANGAN - Terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan fingerprint sekolah SD dan SMP di Kabupaten Ciamis, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis menerapkan dua tersangka, pada Senin 31 Mei 2021.

Dua tersangka tersebut adalah rekanan pengadaan fingerprint YSM serta mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Ciamis WH, yang kini menjabat sebagai sekretaris di salah satu dinas di Kabupaten Pangandaran.

Dua tersangka tersebut langsung dilakukan penahanan di Lapas Kelas IIB Ciamis, namun dikarenakan kondisi WH sakit, dan perlu penanganan medis, WH sementara dibawa ke rumah sakit. Pada saat eksekusi pun, tersangka WH terlihat menggunakan kursi roda yang kemudian dimasukan ke mobil ambulans.

Baca Juga: Diduga Kabur, Kejari Garut Tetapkan Kades Terpidana Korupsi Jadi DPO

"Kami Kejaksaan Negeri Ciamis setelah melakukan pemeriksaan, menetapkan dua orang tersangka atas kasus perkara dugaan tindak pidana korupsi penyelewengan dalam pengadaan mesin absensi atau finger print pada sekolah dasar atau SD, dan SMP se-Ciamis tahun anggaran 2017/2018," ungkap Kepala Kejari Ciamis Yuyun Wahyudi.

Salahseorang tersangka kasus dugaan korupsi kasus fingerprint di Kabupaten Ciamis digiring Kejari masuk ke mobil tahanan.

Yuyun menjelaskan, jika awalnya tersangka WH mengenalkan YSM kepada UPTD pendidikan setiap kecamatan dengan menawarkan pengadaan finger print seharga Rp 4 juta.

Padahal sebelumnya, YSM menawarkannya dengan harga Rp 2,4 juta. Ada ketentuan UPTD mendapat fee Rp 1 juta per unit sekolah yang dibayar tunai, dan fee Rp 500 ribu secara kredit.

Baca Juga: Kejari Banjar Ajukan Kasasi Atas Vonis Bebas Dalam Kasus Dugaan Korupsi BSPS

Lalu dilakukanlah rapat dengan kepala sekolah di beberapa UPTD kecamatan. Tujuannya melakukan pelatihan tata cara pemasangan dan pembagian mesin finger print. Pembayarannya sekolah menitipkannya ke UPTD sebesar Rp 4 juta.

"Padahal pada saat itu anggarannya belum ada, dari dana BOS ada untuk tahun 2018. Tetapi didahulukan pengadaannya pada tahun 2017. Pembayarannya pun menggunakan dana talangan yang kemudian diganti dari dana BOS. Itu mendahului dan sudah pelanggaran hukum," bebernya.

Selain itu, Yuyun mengatakan jika tersangka menutup merk absensi asli dengan stiker dari perusahaan YSM. Sehingga mesin tersebut tidak dapat dicari oleh siapapun di pasaran.

Baca Juga: Apotek Kimia Farma di Tasikmalaya Dibobol Maling, Server dan Uang Tunai Digondol Pelaku

"Hal ini merupakan penjurusan, sedangkan rekanan YSM membeli mesin absensi finger print itu dengan harga Rp 1.540.000, belum termasuk ongkir dan pajak. Ada 430 sekolah SD di Ciamis yang membeli mesin absensi ke YSM," terang Yuyun.

Dalam kasus ini sambungnya, ada mark up atau menaikan harga barang dalam pengadaan pembelian mesin absensi. Hal ini menimbulkan kerugian negara hingga sekitar Rp 804 juta lebih.

"Berdasarkan hasil audit, ada kerugian negara sebesar Rp 804.315.000. Dua tersangka ini dijerat dengan pasal 2 ayat 1 Juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, Undang-undang nomor 20 tahun 2001. Ancamannya minimal 4 tahun hingga 20 tahun penjara," pungkasnya.***

Editor: Teguh Arifianto

Tags

Terkini

Terpopuler