Dugaan Bisnis PCR dan Swab Antigen Mengemuka, Aktivis 1998 Dorong Penegak Hukum Aktif Lakukan Penyelidikan

- 8 November 2021, 21:48 WIB
Aktivis 1998, Hasanuddin.*
Aktivis 1998, Hasanuddin.* /kabar-priangan.com/Aep Hendy

KABAR PRIANGAN - Untuk mencegah dan menangani penyebaran Covid-19, pemerintah gencar melakukan berbagai upaya. Diantaranya dengan melaksanakan pemeriksaan menggunakan tes usap atau swab antigen dan PCR (polymerase chain reaction).

Kedua pemeriksaan kesehatan ini bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi virus corona jenis SARS-CoV-2.

"Kedua jenis pemeriksaan ini sebagai bagian dari protokol 3 T (test, tracing dan treatment). Protokol penanganan dan pencegahatan bencana kesehatan sudah menjadi kebijakan dan atau keputusan pemerintah," ujar salah seorang Aktivis 1998 Hasanuddin, Senin 8 November 2021.

Baca Juga: Jaringan Peredaran Obat-obatan, Miras, dan Narkoba di Garut Dibongkar, 23 Penjual dan Pembeli Ditangkap

Pertanyaannya, lanjut Hasanudin, apakah kemudian berbinis alat tes atau sarana ini dimungkinkan atau diperbolehkan dalam situasi kebencanaan?

"Pertanyaan ini mengemuka dan patut diajukan apalagi setelah di berbagai media ramai diperbincangkan adanya dugaan oknum pejabat yang terlibat pada persoalan ini," ujar Hasanduin.

Dari sudut etika dan norma bisnis, tutur Hasanuddin, tentu saja semua barang dan jasa diperbolehkan, kecuali dilarang atas perintah undang-undang.

Baca Juga: Komunitas Motor Trail Garut Ngagas Sambil Beramal, Didukung Pengusaha Properti Sukses

Kapitalisasi modal atau mencari keuntungan sah-sah saja dari etika bisnis dimana keuntungan menjadi tujuan utama berbisnis, sehingga tak ada larangan terhadap PCR dan swab antigen untuk diperdagangkan dari sudut materiil.

Namun, memperdagangkan kedua sarana ini dalam keadaan kebencanaan, tentu tidak hanya diperdebatkan dari sisi aturan, melainkan juga dari sisi etika dan filsafat moral.

Apalagi yang terlibat dalam perdagangan atau bisnis tersebut adalah pejabat negara yang terlibat dalam pengambilan keputusan penanganan dan pencegahan kebencanaan. "Sesuatu tindakan yang melanggar etika," ucapnya.

Baca Juga: Kapolda Jabar, Resmikan Patung Maung Dan Command Centre Ditpamobvit 

"Apakah ada unsur melanggar hukum atau tidak, tentu perlu diselidiki, diteliti, dikaji dan didalami oleh pihak yang memiliki kapasitas dan otoritas untuk itu. Termasuk aparat penegak hukum (APH)," katanya.

Tujuan dilakukannya penyelidikan, penelitian, pengkajian dan pendalaman oleh pihak terkait dinilai Hasanuddin penting dilakukan untuk memberikan penilaian dan kepastian hukumnya.

Kepastian ini penting untuk menjaga integritas pemerintahan dan prinsip melindungi "kepentingan
dan hak rakyat" dimana "keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi".

Baca Juga: Wali Kota dan Pejabat Pemkot Tasikmalaya Ramai-ramai Berkunjung ke Kediaman Budi Budiman

"Tanpa proses ini, tambahnya, tentu saja akan memenuhi daftar inventaris peristiwa yang berpotensi tumpul ke atas, namun tajam ke bawah," kata Hasanudin.

"Atau setidaknya, kita mempertahankan dan menjaga demokrasi kita, dimana check and balance dan kritik perlu disikapi untuk sejauh mana koreksi dapat dilakukan," ucapnya, menambahkan.

Hasanudin menambahkan, dalam demokrasi, kritik publik menjadi pedoman utama yang perlu disikapi. Berbeda dengan situasi yang tidak demokratis dimana kekuasaan memberlakukan slogan "anjing menggonggong kafilah berlalu.

Baca Juga: Dua Kali Cinta Ditolak, Seorang Pemuda Nekat Cabuli Tetangganya. Sempat Jadi Bulan-bulanan Warga

Ia juga menyebutkan penyelidikan, penelitian, pengkajian, dan pendalaman terhadap adanya dugaan bisnis alat tes dan sarana terkait pencegahan dan penanganan penyebaran Covid-19 ini juga harus dilakukan APH di tingkat daerah.

"Tak menutup kemungkinan oknum pejabat yang ikut bermain dalam bisnis di tengah bencana kesehatan ini, juga melibatkan pejabat-pejabat di tingkat daerah termasuk di Kabupaten Garut," kata Hasanudin.*




Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah