Selain itu, lanjut dia, dengan beberapa kali PKL di Cihideung ditertibkan, membuat para pedagang merasa tidak nyaman berjualan sehingga banyak pedagang memilih berhenti.
"Ya sudah mah penjualan semakin sepi, jualan juga sering ada penertiban. Harus beginilah harus begitulah yang mengakibatkan usaha di sini semakin tidak nyaman sehingga banyak pedagang yang memilih berhenti berjualan," katanya.
Baca Juga: Pelaku Pria Video Syur Garut Sempat Ditegur, Tak Digubris Hingga Dilaporkan Polisi
Menurut Ian, jumlah PKL Cihideung saat didata Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dan Perindag Kota Tasikmalaya menjelang penertiban beberapa waktu lalu sekitar 300 orang. Sedangkan sekarang yang masih bertahan berjualan paling tinggal setengahnya.
"Padahal keberadaan PKL Cihideung sudah ada sejak tahun 1970-an, sehingga daerah Cihideung selama ini menjadi pusat keberadaan PKL di Kota Tasikmalaya," ucap Ian.
Dedi (45), PKL lainnya, menuturkan, menyusutnya jumlah PKL juga karena faktor aturan bongkar pasang lapak yang kini diterapkan oleh pemerintah. "Bongkar pasang lapak ini cukup merepotkan. Belum lagi biaya angkut dan biaya menitip barang jualan di gudang," kata Dedi.
Baca Juga: Bencana Alam Kembali Landa Desa Karyamandala Salopa, Tebing Longsor Tutupi Akses Jalan
Dengan omset yang terus menurun, tambah Dedi, berjualan di kawasan Cihideung ini sudah tidak menjanjikan lagi khususnya bagi komoditas tertentu seperti pakaian atau fashion. "Yang banyak berhenti memang yang berjualan pakaian," kata Dedi.*