Menurut Pandu, pertumbuhan domba hasil persilangan lebih cepat yakni kisaran lebih dari 37 kg dalam durasi penangkaran selama 7-8 bulan. "Sementara pada usia yang sama, bobot
domba lokal paling banter 20-25 kilogram," ujarnya.
Tetapi setelah tiba di penangkaran akhir pekan lalu, domba impor tersebut masih dipisahkan dari domba lain untuk adaptasi. Pandu mengatakan, setelah proses adaptasi selesai, domba dorper tersebut akan dikawin silang dengan domba lokal yang telah disiapkan.
Baca Juga: Siswa di Ciamis Bakal Dilarang Bawa Motor ke Sekolah, Bupati Segera Membuat Surat Edaran
Pandu cukup optimistis program ini akan berjalan lancar karena di beberapa daerah lain program ini sudah dicoba dan cukup berhasil.
"Di beberapa daerah pertumbuhan domba jadi semakin cepat. Kalau domba lokal dengan domba lokal, di usia 4-5 bulan bobotnya 15 kg per ekor. Sedangkan kalau disilang antara dorper
dengan lokal, usia 4-5 bulan bobotnya sudah mencapai 30 kg per ekor,” katanya.
Ia menambahkan, selain pertumbuhannya cepat, hasil persilangan itu membuat kualitas daging lebih tebal serta memiliki kandungan lemak lebih minim daripada lokal.
Baca Juga: Tim Khusus Polri Periksa Petugas PCR dan Sopir Ferdy Sambo, Serta Lakukan Pendalaman Uji Balistik
Sehingga mengonsumsi daging domba hasil persilangan ini bisa jadi pilihan bagi warga yang alergi terhadap lemak atau berkolesterol tinggi.
"Di beberapa negara, konsumsi daging domba hasil persilangan sudah jadi pilihan karena kandungan lemaknya rendah. Harganya pun bisa tembus Rp 300 ribu per kg atau hampir tiga kali lipat dari daging domba lokal yang hanya Rp 110 ribu per kg," ucap Pandu.
Namun pihaknya tidak akan fokus pada penjualan daging=nya dulu melainkan fokus pada pembibitan domba.*