Tidak lama dibangun kemudian atapnya ambruk, disusul gempa bumi 3 kali yang akhirnya dinding temboknya banyak yang ambrol.
Baca Juga: Faktor Ekonomi dan Gaya Hidup Picu Puluhan ASN di Pangandaran Ajukan Cerai
"Pertama yang ambruk itu dibagian dapur, terus dinding ruangan tengah rumah. Dulu jendela kaca banyak yang pecah, tapi sisanya sekarang sudah dipindahkan," katanya.
Memang, dahulu rumahnya pernah diajukan oleh Desa untuk pembangunan rumah tidak layak huni atau rutilahu.
"Tapi, sampai sekarang enggak ada kang. Sementara kami tidak memiliki kamar mandi, sehingga berjalan kaki jika ingin mendapatkan air bersih. Dibawah kan, ada tempat mandi yang dibangun pemerintah desa. Ya, meskipun malu sama tetangga, mau gimana lagi," ucapnya.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, Peternak Sapi di Pangandaran Mulai Didatangi Konsumen
Setelah Ditinggal Suami
Dengan kondisi rumahnya yang sudah tidak layak huni, setelah ditinggal cerai suaminya Ia harus mencari rezeki untuk menafkahi kedua anaknya yang sekarang masih sekolah dasar.
"Pendapatan Saya tidak tentu, kadang dapat Rp25 ribu dari hasil saya kerja di rumah tetangga. Itu juga, kalau saya disuruh," ungkapnya.
Selain tinggal di rumah tidak layak huni, Ida harus bating tulang mencari uang untuk mencukupi kebutuhan pokok dan membiayai kedua anaknya.
Baca Juga: Mengenal Seni Lebon, Tradisi Penyelesaian Sengketa Jawara di Pangandaran