KABAR PRIANGAN - Menpan RB, Abdullah Azwar Anas memberikan pernyataan yang mengagetkan. Dia menyoroti anggaran untuk penanganan kemiskinan sebesar Rp 500 Triliun, justru sebagian besar habis tersedot untuk rapat di hotel dan studi banding.
Azwar Anas menjelaskan, dari dana Rp 500 triliun itu memang tidak habis tersedot untuk rapat di hotel dan studi banding tentang kemiskinan, namun menurutnya sebagian program kemiskinan belum berdampak optimal.
Pihaknya menemukan data bahwa terdapat instansi-instansi, terutama di beberapa daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal.
"Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel," tutur Azwar.
Menanggapi pernyataan Azwar Anas, Dosen STIA Tasikmalaya, DR. Basuki Rahmat menegaskan, pernyataan Menpan RB ini tentu didukung dengan data yang akurat.
“Tak mungkin asbun alias asal bunyi,” kata Basuki.
Bahkan Basuki memastikan, hotel-hotel di Kota Tasikmalaya pun tak jauh berbeda dimana pengguna paling banyak adalah pemerintah daerah.
“Coba cek ke hotel-hotel, pengguna paling potensial pastinya pemerintah daerah, baik OPD atau pun instansi-instansi lainnya, seperti KPU. Mereka kan menggunakan dana dari APBD,” kata dia.
Basuki menjelaskan, dirinya sempat melakukan survei kecil-kecilan mengenai pertumbuhan hotel di Kota Tasikmalaya yang begitu pesat.
Baca Juga: Gempa dengan Magnitudo 4,3 di Garut, BMKG: Akibat Aktivitas Sesar Garsela
Setelah menanyakan kepada para pengusaha hotel, ternyata terungkap fakta bahwa memang konsumen paling potensial adalah kalangan pemerintah, yang kerap menggelar rapat-rapat di hotel.
Menurut Basuki, tidak masalah jika memang rapat-rapat tersebut digelar di hotel, asalkan memang sesuai dengan kebutuhannya dan jelas pula outputnya atau hasilnya.
“Kalau memang yang dibahas itu masalah untuk kepentingan masyarakat, lalu digelar beberapa hari dan mendatangkan orang-orang dari luar daerah, tentu itu perlu rapat digelar di hotel,” katanya.
Tapi kalau rapat hanya setengah hari dengan peserta rapat masih di lingkungan dinas serta tak membutuhkan ruangan yang berkapasitas besar, kata Basuki, sebenarnya bisa digelar di gedung-gedung pertemuan milik pemerintah.
“Toh gedung-gedung pemerintah juga tak kalah bagusnya dan tak kalah nyamannya dengan aula hotel,” katanya.
Apalagi menurut dia, gedung-gedung pertemuan ini dibangun dengan dana yang tidak sedikit dengan tujuan untuk melakukan pertemuan dan rapat-rapat.
“Tapi setelah gedungnya ada, pemerintah malah menyewa hotel untuk pertemuan. Lantas, buat apa membangun gedung pertemuan?” tanya dia.
Basuki melanjutkan, dengan kecenderungan para pejabat pemerintah yang kerap menggelar rapat-rapat di hotel ini, sangat berdampak buruk pada alokasi anggaran dalam APBD.
“Faktanya, sampai saat ini serapan APBD sangat minim untuk belanja publik. Paling besar untuk belanja pegawai. Dan salah satunya, kebiasaan melangsungkan rapat-rapat di hotel,” katanya.
Dengan fakta ini, maka jangan heran jika pembangunan manusia di Tasikmalaya masih jalan di tempat.
“Karena anggarannya habis untuk belanja pegawai. Dan itu sudah diingatkan oleh Menpan RB. Ini sebagai warning bagi kita semua,” katanya.***