Wabah PMK Menyebar Begitu Cepat, Teguh Boediyana: Implikasinya Luar Biasa, Pemerintah Terlihat Gagap

- 14 Mei 2022, 23:22 WIB
Pemerhati dan Praktisi Peternakan, Teguh Boediyana.*
Pemerhati dan Praktisi Peternakan, Teguh Boediyana.* /Kabar-Priangan.com/Tangkapan layar Zoom/Arief Farihan K

KABAR PRIANGAN - Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi yang awalnya merebak di Jawa Timur, mengkhawatirkan banyak kalangan. Tak hanya peternak namun juga konsumen.

Apalagi melihat merebaknya penyakit PMK tersebut yang sangat cepat, jika tidak ditangani secara cepat dan tepat berpotensi menjadi wabah nasional.

Pemerhati dan Praktisi Peternakan, Ir Teguh Boediyana, MSc, mengatakan, masalah outbreak atau kejadian luar biasa PMK ini merupakan hal yang sangat serius. Bahkan mempunyai implikasi sangat luar biasa besar bagi bangsa Indonesia khususnya.

Baca Juga: Waspadai PMK, Lalu Lintas Ternak di Perbatasan Jabar-Jateng Diperketat. Polisi Ikut Memeriksa Kandang Sapi

"Kalau kemarin Covid 19 menyasar kepada manusia, PMK ini menyasar terutama kepada peternak rakyat dari sisi sosial ekonominya. Kedua, kepada ternak karena ternaknya yang akan menderita," ujarnya. 

Teguh mengatakan hal itu dalam acara sharing session yang digelar Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dari Jakarta secara daring melalui aplikasi Zoom, Sabtu 14 Mei 2022 pagi. Acara yang dipandu Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, diikuti pengurus YLKI daerah serta wartawan.

Ditambahkan teguh, hal yang sangat mengkhawatirkan, PMK penyebarannya kepada hewan lebih daripada Covid 19, bisa menyebar dengan lebih ganas dan lebih mudah. Bahkan bisa lewat udara dengan jarak sampai 200 km.

Baca Juga: Prosesi Pemakaman Shireen Abu Akleh Ricuh, Tentara Israel Memukuli Para Pelayat

"Dulu orang mengatakan darimana, mana mungkin, tapi itulah kenyataannya. Berdasar kajian dari beberapa literatur juga demikian," ujar Wakil Ketua Umum Dekopin Bidang Pendidikan-Antar Waktu Periode 2014-2019 itu.

Ia melanjutkan, PMK masuk dalam list A atau daftar nomor 1 penyakit hewan paling berbahaya di dunia. Jadi tak salah ini dianggap suatu musibah karena muncul di Indonesia dimana status Indonesia sudah menjadi negara yang bebas PMK tiba-tiba kini muncul.

"PMK ini penyakit luar biasa, awal Mei 2002 tanggal 7-8 Jawa Timur mengumumkan PMK, hanya satu provinsi. Dalam waktu singkat, kemarin saya memperoleh data telah masuk ke 10 provinsi, mulai Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah sudah masuk," kata Teguh.

Baca Juga: Jadwal Sholat dan Imsak di Wilayah Priangan Timur, Minggu 15 Mei 2022

"Hari ini saya dengan berita di Jawa Barat sudah masuk juga. Sudah 10 provinsi, Anda bisa bayangkan kecepatan dari penyebaran PMK ini," kata alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Arizona State University itu, melanjutkan.

Ditambahkannya, kalau seekor hewan sudah kena penyakit mulut dan kuku, mulut dan kaki pasti luka-luka. Efek mulut dan kaki luka, hewan tak bisa makan.

"Kalau kakinya sakit tak bisa berdiri, itu yang kemudian berlanjut, sampai mati," ucap mantan Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) itu.

Baca Juga: 30 Rekomendasi Tempat yang Cocok untuk Menggelar Pernikahan di Kota Tasikmalaya

Karena PMK menyerang hewan berkuku genap, kalau saat ini beritanya sapi yang terserang, dirinya khawatir nanti kerbau, menyusul kambing, domba, dan semua ternak yang
dimiliki rakyat kecil.

"Hewan-hewan ternak itu rojo koyo-nya rakyat kecil. Sapi yang digosok-gosok, dipelihara untuk dijual menghadapi Iduladha tiba-tiba kena penyakit dan tidak ada nilainya sama sekali. Ini sangat
memprihatinkan," ucapnya.

Teguh juga memperhatikan saat ini pemerintah sudah melakukan sejumlah langkah. Misalnya dilakukan lockdown. Bahkan ada kapal yang membawa sapi dari Nusa Tenggara Timur tak bisa masuk Surabaya.

Baca Juga: Forum Nakes Non ASN Jabar Curhat Ke DPRD, Minta Agar Bisa Diangkat Menjadi ASN Sesuai PP No 56/2012

"Kasihan sekali itu karena memang ada peraturan untuk menghentikan semua lalu lintas hewan," kata mantan Kepala Biro Humas Departemen Koperasi saat Menteri Koperasi Adi Sasono itu.

Kerugian-kerugian yang lain terjadinya PMK seperti disampaikan 2,5 tahun lalu oleh Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner drh Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD, kalau PMK muncul di Indonesia maka aset kerugian ekonomi totalnya sekira Rp 15 triliun.

Masalah ternak yang terkait karena ada penurunan produksi susu, terjadi keguguran, ada kematian, penurunan berat badan, penurunan produktivitas yang nilainya kira-kira Rp 4 triliun.

Baca Juga: Kalahkan Jepang 3-2, Tim Bulutangkis Indonesia Akan Ditantang India di Final Thomas Cup 2022 Besok

Selain itu, lanjut Teguh, ada juga biaya-biaya untuk pemberantasan PMK yang tidak kurang dari Rp 70 miliar, biaya pemotongan atau pemusnahan, dan biaya kompensasi.

"Hari ini peternak sapi yang mati atau tertular belum ada keputusan berapa mereka akan mendapatkan kompensasi karena pemerintah tidak menyiapkan dana tanggap darurat untuk hal ini. Akhirnya yang dirugikan adalah peternak, itu baru dari sisi ternak," ujarnya.

Implikasi lain terhadap terjadinya PMK adalah efek tourism. Diperkirakan efek ini sekitar Rp 2 triliun-Rp3 triliun karena bisa jadi negara-negara tertentu melarang warganya masuk ke Indonesia.

Baca Juga: Kendati Ada Ancaman Hepatitis, Bupati Rudy Gunawan Tegaskan, PTM 100 Persen di Garut Jalan Terus

"Dengan adanya kejadian ini negara-negara lain takut nanti kalau warganya pulang virus PMK
ini terbawa ke negara-negara yang potensi peternakannya besar seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, Jepang," ucap Teguh.

Selain itu, berimplikasi juga terhadap sektor ekspor. "Kita pernah pengalaman beberapa tahun lalu, mau ekspor ke Korea Selatan atau Jepang kalau tak salah produk-produk pertanian ditolak karena mereka khawatir ada terkontaminasi PMK," ucapnya.

Sayangnya, kerugian-kerugian tersebut belum dihitung oleh pemerintah atau belum terlihat sikap lebih jelas dari pemerintah bagaimana mengantisipasi PMK ini.

Baca Juga: Patroli KRYD, Polisi Dapati Petugas Parkir tak Beratribut Resmi dan Surat Tugas dari Dishub

"Paling tidak ketika seharusnya sudah dilakukan suatu perkiraan-perkiuraan, namun kita masih sibuk meninjau. Kalau kita lihat di televisi menterinya sibuk meninjau dengan memegang sapinya," tutur Taguh.

Kondisi-kondisi seperti itu, lanjut Teguh, menunjukkan sepertinya pemerintah gagap karena sejak tahun 1990 Indonesia tidak pernah mengalami kasus semacam ini.

"Sehingga para petugas mungkin gagap menghadapi ada outbreak seperti ini. Belum terlihat jelas langkah-langkah apa yang dilakukan, ada hewan yang sakit dipotong, disebutkan dagingnya tak masalah dan sebagainya," ujarnya.

Baca Juga: Belasan Siswa di Ciamis Pingsan Saat Upacara Hardiknas di Depan Pendopo

"Tapi tak melihat aspek yang lebih besar lagi adalah penyebaran PMK ini karena dalam waktu dua minggu saja sudah sampai 10 provinsi," kata Teguh.*

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x