MUI Garut Resmi Keluarkan Fatwa Haram untuk Ajaran NII, Ini Poin-poin Keputusannya

11 November 2021, 21:38 WIB
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa gerakan dan faham Negara Islam Indonesia (NII) haram.* /kabar-priangan.com/Aep Hendy

KABAR PRIANGAN - Cukup maraknya penyebaran faham dan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Garut, menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut.

Aliran NII dianggap sangat radikal dan dinilai lebih berbahaya dibanding Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS), sehingga MUI pun menyikapinya secara serius.

Sebagai bentuk keseriusan dalam menyikapi maraknya pergerakan dan penyebaran faham NII di Garut, MUI Garut pun sampai mengeluarkan fatwa. Dalam fatwanya, MUI Garut dengan tegas menyatakan bahwa gerakan dan faham NII haram.

Baca Juga: Musim Hujan Ternyata Pengaruhi Capaian Vaksinasi Covid-19 di Garut, Warga Jadi Enggan ke Luar Rumah

"Benar, kami memang telah mengeluarkan fatwa haram untuk pergerakan dan ajaran NII," ujar
Sekretaris Umum MUI Garut, Mohamad Yusup Sapari, Kamis 11 November 2021.

Dikatakannya, dalam fatwa tersebut dengan tegas disebutkan bahwa gerakan yang dilakukan penerus Sekarmadji Maridjan Kartosoerwirjo untuk mendirikan negara Islam di Indonesia adalah bughat (pemberontak). Ini jelas hukumnya haram dan wajib diperangi oleh negara.

Menurut Yusuf, fatwa haram yang dikeluarkan MUI Garut untuk gerakan dan ajaran NII ini tentunya tidak begitu saja dikeluarkan. Sebelumnya hal ini telah menjadi pembahasan dengan melibatkan seluruh organisasi Islam yang ada di Kabupaten Garut.

Baca Juga: Sultan Aji Muhammad Idris Dianugrahi Gelar Pahlawan Nasional Pada Peringatan Hari Pahlawan 2021

Bahkan, tambahnya, pertemuan untuk membahasa permasalahan ini sampai dilakukan beberapa kali. Hasilnya, semua sepakat bahwa gerakan dan ajaran NII itu memang haram dan tak boleh hidup dan berkembang di Indonesia termasuk di Garut.

"Fatwa haram tersebut tak ujug-ujug dikeluarkan akan tetapi setelah seluruh organisasi Islam di Garut melakukan pertemuan hingga empat kali. Dari empat kali pertemuan itu akhirnya diperoleh kesepakatan bersama," katanya.

Yusup menyampaikan, dengan dikeluarkannya fatwa haram tersebut, MUI Garut merekomendasikan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah nyata dalam mencegah atau memberantas segala bentuk pergerakan NII.

Baca Juga: Setelah Banjir Bandang Jembatan Darurat Dibangun, 335 Keluarga di Kampung Pelag Tak Terisolir Lagi

"Tindakan tegas perlu dilakukan guna mencegah terus tumbuh dan berkembangnya faham radikal yang sangat membahayakan ini," tuturnya.

Adapun fatwa tersebut ditandatangani oleh Komisi Fatwa MUI Garut dan diketahui oleh Dewan Pimpinan MUI Garut per 10 November 2021/1 Rabiul Akhir 1443 Hijriyah.

Berikut poin-poin bunyi putusan fatwa haram Nomor 4 Tahun 2021 tentang ajaran dan gerakan yang dilakukan oleh penerus Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo untuk menegakan Negara Islam Indonesia (NII)/Darul Islam (DI) di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI):

Baca Juga: Mantan Bupati Garut Agus Hamdani Wafat, Masyarakat dan Pemkab Garut Berduka

Memutuskan, menetapkan fatwa tentang ajaran dan gerakan yang dilakukan penerus Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo untuk menegakan Negara Islam Indonesia (NII)/Darul Islam (DI) di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pertama; Ketentuan hukum ajaran dan gerakan yang dilakukan oleh penerus Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo untuk menegakan Negara Islam Indonesia (NII)/Darul Islam (DI) di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bughat, hukumnya haram, dan wajib diperangi oleh
negara.

Kedua; Rekomendasi: 1. Negara/pemerintah/Aparat Penegak Hukum/ wajib melakukan tindakan-tindakan nyata, sebagaimana ketentuan hukum fatwa ini, yang disesuaikan dengan perundangan-undangan yang berlaku.

Baca Juga: Kondisi Koperasi Praja Mukti Paling Parah Sejak 1985, Bupati Tasikmalaya Mesti Segera Turun Tangan

2. Bila undang-undang yang ada tidak bisa menjangkau ketentuan hukum fatwa ini, maka pemerintah pusat (Presiden dan DPR RI) wajib merevisi/mengamandemen UU yang ada dan/atau membuat perundang-undangan yang bisa menjangkau ketentuan hukum fatwa ini dengan segera.

Ketiga; Ketentuan Penutup.*

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler