Minta Lahan Garapan Tetap di Tanah Milik Negara, Kelompok Tani di Kota Banjar Datangi Gedung DPRD

- 7 September 2021, 05:20 WIB
Kelompok Warga Tani Kota Banjar (KWTKB) meminta dukungan kepada Komisi 2 DPRD Kota Banjar agar mereka bisa menggarap lahan tetap. Aspirasi itu disampaikan di ruang rapat paripurna DPRD Kota Banjar, Senin 6 September 2021.
Kelompok Warga Tani Kota Banjar (KWTKB) meminta dukungan kepada Komisi 2 DPRD Kota Banjar agar mereka bisa menggarap lahan tetap. Aspirasi itu disampaikan di ruang rapat paripurna DPRD Kota Banjar, Senin 6 September 2021. /kabar-priangan.com/ D. Iwan/

"Kami melakukan penanaman bibit pisang, mengikuti program Perhutani. Tepatnya, saat ada penebangan pohon jati, saat itulah kami bergerak melakukan pengolahan lahan dan penanaman pohon pisang," ujarnya.

Proses pemamfaatan lahan ini diberi waktu 3 tahun, sampai tanaman jati yang baru ditanam itu tumbuh rindang.

Baca Juga: Kasus Pencurian Kabel di Objek Vital PLTP Darajat Garut Terungkap, Polisi Amankan 2 Pelaku

Kalau dipaksakan melebihi 3 tahun, pertumbuhan pisang jadi kerdil, akibat sinar matahari terhalang daun jati yang tumbuh besar itu.

"Setalah tanaman jati tumbuh berusia 3 tahun. Selanjutnya, kami, penggarap pindah lagi dan mencari lahan baru di kawasan tanaman jati yang ditebang. Aksi pindah-pindah lahan seperti itu dipastikan merepotkan. Akibat buka lahan baru berkali-kali. Saat enak-enak bertani, harus pindah lagi," ujarnya seraya menjelaskan, tanaman pisang mulai berbuah dan dipanen setelah berusia 8 bulan.

Hal senada dikatakan penggarap lahan, Yaya Rusmana. Diakui dia, saat dirinya bersama 10 orang teman, mengelola 1 hektar lahan untuk penanaman jagung di wilayah Ciamis.

Baca Juga: Kisah Pilu Pedagang Bawang Merah dari Boyolali, Ditipu Jutaan Rupiah Saat Transaksi di Malangbong Garut

"Jagung bisa dipanen tiga kali dalam setahun. Tentunya, ini juga merepotkan penggarap, saat harus berpindah-pindah lahan garapan. Tepatnya, setelah kami banting tulang membuka lahan baru, saat asyik mengelolanya, tanah garapan diminta pemilik lahan untuk kepentingan lain. Jelas kami kecewa, namun tak mampu melawan karena tanah itu bukan milik kami," ujar Yaya.

Ditambahkan Agus Rahmat, kendala yang dialami  ratusan orang penggarap lahan milik negara selalu dihantui ancaman perpindahan lahan, berkali-kali selama ini.

Permasalahan yang dialami penggarap lahan kian kompleks, saat berusaha sampingan membuat bata merah, kondisi bahan baku berbentuk tanah lempung semakin sulit.

Halaman:

Editor: Sep Sobar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah