KABAR PRIANGAN – Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya memanggil dan memeriksa tiga orang saksi terkait dugaan pemotongan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) tahun 2020 di tingkat SMA/SMK di Kabupaten Tasikmalaya.
Saksi ini merupakan orang di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang memang berwenang menaungi lembaga pendidikan tingkat SMA/SMK.
Mereka yang diperiksan ini mulai dari operator pengelola bantuan hingga pemegang kebijakan teknis.
Baca Juga: Bantuan PIP untuk Siswa di Kabupaten Tasikmalaya Diduga Disunat, Kasusnya Ditangani Kejari
Kejaksaan terus meningkatkan penyelidikan atas dugaan pemotongan dana PIP tersebut yang disinyalir menelan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya, Hasbullah menuturkan, pihaknya memanggil dan memeriksa sejumlah pihak guna mendalami dugaan kasus pemotongan bantuan PIP tersebut.
Pemeriksaan dilakukan secara maraton, yakni pada hari Rabu 10 Agustus 2022 dengan memeriksa seorang saksi berinisial YSHS.
Baca Juga: Atap Kelas SDN Denuh Ambruk Setelah Wilayah Culamega Kabupaten Tasikmalaya Diguyur Hujan Deras
Kemudian, pemeriksaan dilanjut pada hari Kamis 11 Agustus 2022 dengan memeriksa dua orang saksi yakni berinisial RR dan IS.
"Benar, pada hari Rabu dan Kamis ini kami memeriksa pegawai dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Terkait teknis pengusulan bantuan PIP itu," jelas Hasbullah, Kamis kemarin.
Pemeriksaan itu, kata dia, berkaitan dengan bagaimana teknis pengusulan bantuan PIP hingga akhirnya para pelajar SMA dan SMK mendapatkan bantuan tersebut.
Dugaan pemotongan dana PIP terjadi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sederajat di Kabupaten Tasikmalaya dengan jumlah 130 sekolah.
Dari informasi awal, besaran potongan mencapai 10 hingga 20 persen setiap siswa penerima bantuan.
Bantuan yang diterima siswa nilainya beragam, mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 tergantung tingkatan siswa.
Ditambahkan Hasbullah, pemotongan dana PIP tahun 2020 itu terjadi saat pendemi Covid-19.
Teknisnya, penyaluran bantuan diakomodir atau dikuasakan oleh sekolah dengan alasan menghindari kerumunan di bank saat pengambilan.
Setelah uang ditarik oleh petugas dari sekolah, barulah siswa mendapatkan uang tunai dari sekolah.
Padahal seharusnya, kata Hasbullah, uang bantuan yang masuk ke rekening masing-masing siswa harus diambil langsung oleh siswa yang bersangkutan.
"Jadi uang untuk siswa itu dikuasakan kepada pihak sekolah untuk mengambil uang ke bank. Dengan alasan saat itu pengabilan tidak boleh ada kerumunan. Saat itulah ada oknum-oknum yang memanfaatkannya," terang Hasbullah.***