Kronologi Kasus Dugaan Pemotongan Dana Banprov yang Disebut-sebut Melibatkan Wakil Ketua DPRD Jabar

- 5 Juni 2023, 09:05 WIB
Ketua LBH Ansor Tasikmalaya, Asep Abdul Rofiq sedang mendampingi penerima bantuan di Polres Kabupaten Tasik, untuk menyampaikan informasi terkait dugaan pemotongan dana hibah banprov TA 2020.*
Ketua LBH Ansor Tasikmalaya, Asep Abdul Rofiq sedang mendampingi penerima bantuan di Polres Kabupaten Tasik, untuk menyampaikan informasi terkait dugaan pemotongan dana hibah banprov TA 2020.* /Dok. kabar-priangan.com / Aris MF/

KABAR PRIANGAN – Setelah lama tak terdengar kabarnya, kasus dugaan pemotongan dana hibah Bantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2020 terhadap sejumlah lembaga pendidikan dan yayasan keagaan di Kabupaten Tasikmalaya kembali mencuat.

Bahkan dalam sidang kasus dugaan pemotongan dana hibah Bantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2020 ini kemudian mencuat nama Wakil Ketua DPRD Jabar, OS yang disebut-sebut terlibat bahkan memiliki peran besar dalam pemotongan dana banprov tersebut.

Seperti apa kronologi kasus dugaan pemotongan dana hibah Bantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2020 yang disebut-sebut melibatkan Wakil Ketua DPRD Jabar ini? Simak kronologisnya berikut ini.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Jabar, OS Disebut-sebut Terlibat dalam Kasus Dugaan Pemotongan Dana Banprov TA 2020

Kasus ini mencuat di awal tahun 2021 lalu, dimana sejumlah pengurus yayasan dan lembaga keagaam di Kabupaten Tasikmalaya meminta perlindungan hukum ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anshor.

Kala itu, sejumlah lembaga penerima dana hibah bantuan provinsi tahun anggaran 2020 resah karena bantuan yang besarannya rata-rata Rp 300 juta hingga Rp 400 juta ini dipotong separuhnya lebih oleh pihak yang disebut-sebut membantu pengurusan bantaun tersebut.

Mereka mengaku resah karena kebingungan bagaimana mempertanggungjawabkan dana bantuan tersebut, terutama membuat laporan atas dana yang dipotong hingga setengahnya lebih tersebut.

Baca Juga: Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Sejarah dan Tema Peringatannya Tahun 2023

Sementara nantinya mereka juga harus melaksanakan pelaporan penggunaan dana Banprov tersebut harus sesuai dengan nilai utuh yang tertera di NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah).

Tidak hanya itu, mereka pun kini kerap didatangi oleh oknum yang mengatasnamakan Ormas hingga wartawan yang ternyata mencium adanya dugaan pemotongan dana bansos tersebut.

Kondisi ini kemudian mendorong para penerima dana hibah Banprov untuk datang mencari perlindungan hukum ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kabupaten Tasikmalaya. Mereka khawatir, jika bantuan yang diterimanya justru bakal menyeret ke ranah hukum.

Baca Juga: Terhimpit Ekonomi, Sejumlah Mahasiswa STMIK Tasikmalaya Tak Bisa Lanjutkan Perkuliahan

Kasus adanya pemotongan dana hibah dari Bantuan Provinsi ini kemudian mencuat dan akhirnya banyak yayasan maupun pesantren atau lembaga keagamaan lain penerima bantuan yang mengaku adanya pemotongan dana hibah tersebut.

Awalnya, hanya tujuh lembaga yang mengadu ke LBH Anshor. Ke tujuh lembaga penerima banprov ini berada di Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya.

Namun kemudian, satu persatu lembaga mengaku hal yang sama, sehingga akhirnya ada 41 lembaga penerima bantuan yang mengaku dipotong dana bantuannya. Mereka tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya.

Baca Juga: Ini 3 Komunitas Bersih-bersih Sungai yang Kegiatannya Viral di Medsos!

Jumlah potongannya pun rata-rata sama, yaitu lebih dari 50 persen dari nilai bantuan. Sementara besaran bantuannya berkisar dari Rp 150 juta hingga Rp 400 juta untuk tiap-tiap penerima bantuan.

Begitupun dengan modusnya, semua hampir sama. Awalnya, para penerima dana hibah banprov tersebut ditawari oleh seseorang dari salah satu lembaga kepemudaan dan keagamaan untuk mendapatkan bantuan.

Mereka ditawari akan diberikan bantuan dengan syarat ada cashback bagi pihak yang membantu dalam pencairan bantuan tersebut.

Baca Juga: Mutiroh, Calhaj Berusia 103 Tahun Asal Sodonghilir Tasikmalaya Berangkat Tanpa Didampingi Keluarga

Awalnya, potongan yang disebut-sebut dengan istilah cashback ini besarannya sebesar 40 persen dari nilai bantuan. Sementara lembaga penerima bantuan menerima 60 persen.

Namun ketika bantuan cair, potongannya ternyata menjadi 50 persen dari total bantuan. Belum lagi, ada potongan tambahan antara Rp 5 juta – Rp 10 juta dengan alasan untuk administrasi dan transportasi.

"Saya awalnya dapat Rp 310 juta. Namun beberapa waktu kemudian datang dia (pelaku pemotongan) dan meminta separuhnya. Jadi yang saya terima hanya Rp 150 juta saja," ujar Ny. Acun Masmunah, salah seorang penerima banprov yang dipotong.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x