Ada satu keistimewaan dari ketupat ini, dimana air yang dipakai untuk memasaknya adalah air asin alami berasal dari sebuah kubangan yang ada di daerah Tanjung.
Iman Hermansyah (28) tokoh masyarakat Kampung Cukang mengatakan air Tanjung yang memiliki sedikit rasa asin ini sudah ada sejak lama.
Namun dipakai untuk memasak ketupat baru tahun 2000-an hingga sekarang.
"Mungkin tahun ini musim marema penjualan Kupat Tanjung bakal kembali membuat senyum perajin sumringah, " kata Agus.
Harganya pun kata Agus tetap stabil alias tidak ada istilah aji mumpung karena sedang marema yakni di kisaran Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per butir.
Sayang di tengah keceriaan, perajin kuliner lain mulai keripik talas, keripik ubi, singkong dan lainnya dilanda kekhawatiran.
Hal tersebut seperti diakui pegiat Kelompok Wanita Tani (KWT) Ny. Yana Nurhasanah, imbas meroketnya harga minyak goreng membuat biaya produksi makanan kriuk-kriuk itu jadi kurang bersahabat di mata kantong para pelanggan.
"Harga rata-rata keripik sekarang naik seratus persen. Kalau biasanya di kisaran Rp 35.000 per kilogram, kini di kisaran Rp 70.000 per kilogram. Harga migornya kan naiknya seratus persen, jadi kenaikannya juga harus sesuai," ujarnya.***