KABAR PRIANGAN - Belasan pengusaha jasa konstruksi dari berbagai asosiasi di Kota Tasikmalaya berkumpul guna merumuskan langkah dalam menyikapi kebijakan refocusing kegiatan pembangunan yang didanai bantuan keuangan provinsi Jabar tahun 2021.
Para pengusaha yang terdampak karuan dibuat pusing karena hanya akan mendapatkan pembayaran sebesar 50 persen dari progres pekerjaan yang telah dilakukan.
Sementara banyak diantara pekerjaan yang sudah diselesaikan di kisaran 50 persen hingga 90 persen. Padahal keinginan mereka sederhana yakni dibayar sesuai progres pekerjaan. Artinya seperti dikatakan H. Ayi US Mulyana, pekerjaan sudah beres 50%, bayar 50%.
Begitupun yang sudah beres 90%, bayar 90%. "Atau, kalaupun tidak bisa dibayar langsung secara penuh berdasarkan progres, paling tidak ada kepastian dibayar dan kami rada lumayan regreug," ujar Ayi di sela pertemuan, Rabu, 17 November 2021 siang.
Pemilik CV Reza Alamsyah Mandiri ini mengungkapkan bahwa sejumlah upaya yang dilakukannya tak lain guna memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Mereka memahami adanya kebijakan refocusing hingga mereka menerima pembayaran sesuai progres.
Namun bila tak ada solusi terbaik, pihaknya bersiap mengambil langkah hukum ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kebijakan Pemkot Tasik yang tidak akan membayar penuh hasil pekerjaannya dengan dalih tidak ada anggaran karena terdampak kebijakan refocusing.
Langkah itu terpaksa diambil jika musyawarah yang akan dilakukan dalam waktu dekat antara rekanan dan Pemkot tidak mendapat titik temu (solusi). Sebab menurutnya, pihaknya selama ini kami kurang dilayani dengan baik.
"Masa kami tiba-tiba disuruh menghentikan pekerjaan hanya oleh konsultan, bukan oleh dinas (PA/PPK/PPTK). Malah perintah itu hanya disampaikan melalui pesan WhatsApp. Padahal, kami saja memulai pekerjaan dokumennya resmi berupa Surat Perintah Kerja (SPK) dari dinas. Ini memberhentikannya kaya mainan!" tandasnya.
Tetapi pihaknya masih berharap ada win-win solution. Seandainya tidak ada, terpaksa PTUN. Jika PTUN, tuntutannya tidak muluk-muluk. Minta para rekanan dibayar sesuai progres pekerjaan. Pihaknya pun masih menunggu Walikota dalam menyikapi persolan ini.
Pemilik CV. Sepadan Tasikmalaya, H. Asep Budi Sulaeman juga merasa prihatin atas kondisi yang terjadi saat ini. Dia pun sangat memahami bila gejolak para pengusaha demikian adanya.
Malah H. Asep mengaku aneh dengan kebijakan refocusing yang dilakukan pemprov Jabar terhadap Kota Tasikmalaya.
“Ini kan aneh. Kenapa Tasikmalaya terkena refocusing, sementara daerah lain justru malah ada yang ditambah,” katanya.
Baca Juga: Intensitas Hujan Tinggi, Sejumlah Wilayah di Kota Tasikmalaya Jadi Langganan Banjir Luapan
Padahal, kata H. Asep, Wakil Gubernur Jawa Barat dari Tasikmalaya. “Kita pun memiliki anggota DPRD di provinsi. Kenapa mereka tak memperjuangkan saat dana untuk pembangunan di Tasikmalaya malah dikurangi sampai mencapai Rp169 miliar,” katanya.
Open bidding
Memang diakui oleh H. Asep, berdasarkan informasi yang didapatnya, Pemprov juga tak sembarang dalam merefocing anggaran Banprov untuk seluruh Kota dan kabupaten di Jawa Barat.
“Memang ada kesalahan dari pejabat kitanya sendiri yang terlambat mengajukan laporan rencana pembangunan fisik ke Pemprov, sehingga sejumlah proyek yang sudah dialokasikan tersebut akhirnya pendanaannya direfocusing,” katanya.
Masalah lambatnya pelaporan administrasi kegiatan ke pemerintah provinsi ini pun diamini oleh Ketua Presidium Majelis Daerah Kahmi, H. Abdul Haris.
Menurut pengamatannya, refocusing anggaran bantuan provinsi tersebut disebabkan oleh terlambatnya dari OPD, yaitu Dinas PUTR menyerahkan laporan progres kegiatan, khususnya laporan berkaitan dengan kontrak/SPK (Surat Perintah Kerja) sejak perencanaannya ke pihak provinsi.
“Sehingga oleh pemerintah provinsi dianggap pekerjaan tersebut tidak diserap atau tidak dikerjakan oleh kab/kota. Akhirnya, anggarannya dialihkan ke yang lain oleh Pemprov,” kata dia
Menurutnya, hal-hal yang berkaitan dengan laporan tersebut adalah tugas dari kesekretariatan dinas PUTR.
Sehingga refocusing anggaran banprov itu, lanjut Haris, menimbulkan polemik di para pemborong atau pihak ketiga dengan dinas tersebut, yang disebabkan kelalaian kesekretariatan dinas.
“Yang jadi pertanyaan selanjutnya, siapa sekarang yang harus mempertanggungjawabkan kontrak antara Kepala Dinas dan pihak ketiga yang ditandatangani diatas materai?” katanya.
Dia pun mengingatkan kepada Wali Kota dan Sekda Kota Tasikmalaya yang saat ini sedang melaksanakan Open Bidding, agar tak salah pilih dalam menentukan para kepala OPD.***