Kekeringan, Puluhan Hektare Sawah di Kampung Cianten Garut Gagal Panen

3 September 2023, 20:33 WIB
Seorang warga Garut melintas di areal pesawahan yang mengering akibat tidak ada lagi pasokan air karena kemarau yang melanda. /kabar-priangan.com/Aep Hendy /

KABAR PRIANGAN - Musim kemarau yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir sudah menimbulkan dampak di wilayah Kabupaten Garut. Warga di sejumlah daerah saat ini mulai dilanda kesulitan air baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun pertanian. 

Krisis air bersih di antaranya dirasakan ratusan warga Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug. Saat ini mereka hanya bisa mengandalkan pasokan air bersih dari beberapa pihak yang peduli, di antaranya jajaran Polres Garut yang secara rutin mendistribusikan air bersih ke daerah tersebut. 

Dampak kekeringan akibat kemarau juga dirasakan warga Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi, Garut. Sejumlah petani mengalami kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sawah mereka.

Baca Juga: Sejumlah Kades di Garut Ungkap ke Mana Larinya Uang Iuran Kegiatan Sosialisasi Hukum

Akibatnya, puluhan hektare sawah di Kampung Ciabten, Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi kini mengalami kekeringan. Akibat lainyabyang cukup parah, ratusan hektare sawah tersebut dipastikan gagal panen sehingga petani mengalami kerugian cukup besar. 

"Kemarau sudah menimbulkan dampak yang parah karena di kampung kami, yakni Kampung Cianten, Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi. Sudah banyak sawah yang kekeringan akibat tidak lagi terairi," ujar Junaedi (51), salah seorang petani di Kampung Cianten, Minggu, 3 September 2023.

Dikatakannya, sawah garapannya saja yang saat ini kekeringan ada puluhan hektare. Belum lagi sawah garapan petani lainnya yang juga mengalami nasib yang sama. 

Baca Juga: GGW Minta KPK Ungkap Indikasi Korupsi Perjalanan Dinas di Pemkab Garut

Disebutkan Junaedi, total sawah di Kampung Cianten yang sudah mengalami kekeringan saat ini sudah mencapai ratusan hektare. Hal ini tentu membuat para petani mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Dia menerangkan, karena kekeringan, tanaman padi yang sudah cukup tinggi pun akhirnya tak bisa tumbuh dengan baik. Akibatnya, sudah dapat dipastikan akan terjadi gagal panen pada sawah garapannya termasuk juga ratusan hektare sawah milik petani lainnya di kampung tersebut. 

"Pohon padi yang sudah cukup tinggi pun pada akhirnya kita potong karena sudah mengering. Daripada mubazir, kita manfaatkan untuk pakan ternak," katanya. 

Baca Juga: Atasi Kelangkaan Air, TNI, Polri, dan Masyarakat di Garut Bahu Membahu Cari Sumber Air

Ungkapan senada disampaikan Taopik (31) petani asal Kampung lainnya yang juga warga Kampung Cianten. Menurutnya, sejak musim kemarau terjadi beberapa bulan yang lalu, pasokan air ke sawah miliknya serta milik petani lainnya mulai mengecil. 

Kian lama, imbuhnya, pasokan air terus mengecil hingga akhirnya tidak ada sama sekali. Selama ini para petani di Kampung Cianten mengandalkan pasokan air dari irigasi yang ada di bagian hulu untuk memenuhi kebutuhan air sawah mereka. 

Taopik menyebutkan, kekeringan paling parah dialami para petani yang sawahnya berada di bagian hilir. Sedangkan sawah yang berada di bagian hulu irigasi, saat ini masih kebagian jatah pasokan air meskipun tidak normal. 

Baca Juga: Diskominfo Garut dan JQR Jalin Kerjasama Akselerasi Penanganan Kemanusiaan

"Air dari irigasi kan terus berkurang akibat kemarau yang cukup panjang. Akibatnya, sawah yang berada di bagian hilir irigasi sudah benar-benar tidak bisa terairi karena jatah airnya sudah habis oleh sawah yang ada di bagian hulu dan itu pun tidak normal," ucap Taopik. 

Kondisi seperti ini diakui Taopik tentu saja sangat menyedihkan. Apalagi tanaman padi di sawahnya usianya sudah cukup tua dan beberapa pekan lagi sudah siap dipanen. 

Namun karena tidak ada lagi pasokan air, tuturnya, kini tanaman padi yang sudah tua itu pun akhirnya mati dan mengering. Ujung-ujungnyq, tanaman padi itu hanya bisa dimanfaatkan menjadi pakan ternak. 

Baca Juga: Bantu Tingkatkan Perekonomian Petani Ikan di Garut, PLN Gelar Saresehan Electifying Aquaculture

Diperkirakan, katanya, kerugian yang dialami akibat gagal panen mencapai sekitar Rp5 jutaa. Meski sangat sedih, akan tetapi ia bersama petani lainnya mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. 

Menurut Junaedi maupun Taopik, hingga saat ini sama sekali belum ada upaya penanggulangan yang dilakukan pihak Pemkab Garut. Bahkan untuk sekedar pendataan pun hingga saat ini belum pernah ada padahal dia dan petani lainnya sudah melaporkan kondisi yang mereka alami sejak awal. 

Baik Junaedi maupun Taopik berharap ada kepedulian dari pemerintah sehingga kerugian yang mereka alami akibat gagal panen tidak terlalu besar. Jika sampai tidak ada perhatian pemerintah, sudah dapat dipastikan mereka tidak akan memiliki modal untuk biaya penanaman kembali di musim berikutnya.***

Editor: Nanang Sutisna

Tags

Terkini

Terpopuler