Berkat Bantuan PGE Area Karaha, Pembudidaya Ulat Sutra Bangkit Dimasa Pandemi

- 16 September 2021, 21:22 WIB
Pembudidaya ulat sutra yang tergabung dalam Kelompok Tani Mardian Putera, di Kampung Karanganyar 2, Desa Cipondok, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, tengah memperlihatkan kepompong sutra siap panen, Rabu 15 September 2021.
Pembudidaya ulat sutra yang tergabung dalam Kelompok Tani Mardian Putera, di Kampung Karanganyar 2, Desa Cipondok, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, tengah memperlihatkan kepompong sutra siap panen, Rabu 15 September 2021. /kabar-priangan.com/Aris MF/

KABAR PRIANGAN - Masa pandemi Covid-19 memang menjadi masa tersulit bagi para pembudidaya ulat sutra dan pembuat kain tenun sutra di Kampung Karanganyar 2, Desa Cipondok, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya. Usaha yang telah dirintis sejak tahun 1997 nyaris runtuh seketika.

Dulu, para pengrajin kain sutra kerap banjir pesan, bahkan sebagian tidak mampu terlayani. Hingga tidak mustahil hanya dalam waktu satu minggu saja mampu menghasilkan Rp 15 juta. Namun saat pandemi ini omsetnya menurun drastis. Tidak adanya pesanan membuat penghasilannya seret. Untuk mendapat uang Rp 5 juta dalam waktu dua minggu saja sudah sulit.

"Dulu pesanan banyak datang dari para desainer nasional di Jakarta. Alhamdulillah bisa membangkitkan ekonomi masyarakat sini. Karena banyak warga yang terlibat.Akan tetapi sejak pandemi turun drastis, bahkan nyaris tidak ada," jelas Ketua Kelompok Tani Mardian Putera, Kholib.

Baca Juga: Panglima Santri : Jangan Cap Negatif Santri dengan Perbedaan Pemahaman

Para pembudidaya ulat sutra ini memang berada dinaungan Kelompok Tani Mardian Putera. Anggotanya kini sudah 11 orang warga. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan pembudidayaan dan peran masing-masing. Mulai dari menanam pohon murbei sebagai makanan utama ulat sutra, pembudidayaan ulat sutra, pemintal benang sutra, penenun kain sutra hingga pemasaran.

Diterpa badai pandemi, akhirnya membuat para pembudidaya memutar otak untuk berinovasi. Hal ini tentunya agar penghasilan mereka tidak hilang. Salah satunya dengan memanfaatkan dan mengolah daun murbei menjadi teh murbei. Pucuk daun sisa panen pakan ulat sutra kemudian mereka cacah (potong kecil) dan dikeringkan. Setelah kering dan siap seduh, teh daun murbei tersebut kemudian dijual.

Meski tidak setara dengan pendapatan ketika menenun kain sutra, setidaknya upaya inipun membuat para anggota kelompok tani mampu bertahan. Hingga kemudian, semangat para pembudidaya ulat sutra tersebut mendapatkan perhatian dari PT PGE ( Pertamina Geothermal Energy ) Area Karaha, berupa mesih pengolah daun teh murbei, modal kerja, penanaman murbei hingga perbaikan kandang ulat sutera.

Bantuan tersebut merupakan salah satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) PGE Area Karaha kepada masyarakat dilingkungan kerjanya.

"Alhamdulillah pada awal tahun 2021 kemarin kita mendapatkan bantuan dari PGE Karaha untuk mesin pengolahan daun teh," ujar Kholib.

Baca Juga: Peternak Ayam Petelur Terancam Gulung Tikar, Ini Penyebabnya

Tidak hanya bantuan berupa mesin pengolah daun murbei menjadi teh, Kelompok Tani Mardian Putera juga sempat pula mendapatkan bantuan CSR berupa pembelian benang kain sutra pada pertengahan tahun 2020. Bantuan inipun sangat membantu, dimana kala itu pengrajin kain sutra tengah sulitnya mencari bahan baku yakni benang sutra.

Setelah mendapat benang sutra, usaha para pengrajin kain sutra inipun kembali bangkit. Bahkan ke 11 anggota kelompok tani yang sempat fakum terdampak pandemi kembali berjalan. Mereka pun terus memanfaatkan benang sutra yang ada untuk menjadi kain sutra. Dari penjualan kain sutra ini kemudian sebagian lagi dimanfaatkan untuk membeli benang sutra kembali.

Sayang badai pandemi terlalu kuat. Meski telah disokong oleh bahan baku, akan tetapi sektor pemasaran yang lesu akibat Covid-19 membuat penjualan kain sutra hasil kelompok ini tidak terlalu bagus. Saat ini, para perajin tetap memproduksi kain sutra. Hanya saja produksinya tidak maksimal mengingat berkurangnya pesanan.

"Kendalanya dimasa pandemi sejak 2020, pasar ada, akan tetapi terbatas. Jadi sekarang, kita dalam kondisi bertahan saja, produkasi tapi tidak banyak," ujarnya.

Baca Juga: Bisnis Hotel Mulai Menggeliat, PHRI Minta Pemerintah Cabut PPKM

Dikatakan dia, kain sutra hasil kelompok tani Meridan Putra dipesan sejumlah desainer beken tanah air seperti Itang Yunaz dan Harry Ibrahim. Hal itu berkat kelompoknya yang sering mengikuti sejumlah even yang digelar di Bandung maupun Jakarta. Dari sana produk kain tenun mereka mulai dikenal desainer.

Untuk harga kain sutra produksi warga Kampung Karanganyar bervariasi. Menurut Kholib, kain sutra sulam satu stel ada yang dibanderol Rp 1,6 juta. Sementara jenis kain sutra yang diproduksi baru empat jenis, yakni sulam, bulu, organdi dan bulu batang.

Sementara itu, Goverment dan Public Relations PGE Area Karaha, Asmaul Husna, menjelaskan, jika pembudidaya ulat sutera di kampung tersebut awalnya terkena krisis moneter tahun 1997. Sebagain dari warga kampung tersebut kemudian memilih bekerja di luar kota.

Baca Juga: Peralihan Musim, BPBD Ingatkan Masyarakat Kota Tasikmlaya Siaga Bencana

Pihaknya kemudian memberikan bantuan kepada warga kampung itu agar usaha yang sudah ada bisa dihidupkan kembali. Bantuan saat itu, berupa ulat sutera, hingga peremajaan alat tenun.

"Jadi mereka sebenarnya desa yang sudah tersentra untuk sutra. Kita coba hidupkan dengan sejumlah bantuan CSR agar usaha mereka kembali berjalan," jelas Asmaul Husna.

Kini, saat pandemi Covid-19, perajin tenun tersebut terkendala bahan baku. Oleh karenanya PT PGE area Karaha memberi bantuan berupa bibit, pupuk untuk murbei, hingga perbaikan rumah ulat sutera. Sekarang mereka pun sudah mandiri bahan baku, lahan murbei tersedia, bahkan bisa mandiri untuk pengadaan benang sutera.***

 

Editor: Teguh Arifianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah