KPK Perpanjang Penahanan Atas Herman Sutrisno dan Rahmat Wardi Selama 40 Hari ke Depan

11 Januari 2022, 09:35 WIB
Rahmat Wardi (kiri) dan Herman Sutrisno diumumkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka di Gedung Merah KPK, Jakarta, Kamis, 23 Desember 2021 lalu. Untuk kepentingan penyidikan, penahanan terhadap kedua tersangka diperpanjang selama 40 hari ke depan.*.* /tangkap layar youtube.com/KPK/Istimewa

KABAR PRIANGAN - Tim Penyidik KPK memperpanjang masa penahanan Tersangka Herman Sutrisno (HS) dan Tersangka Rahmat Wardi (RW) selama 40 hari kedepan, terhitung 12 Januari 2022 sampai 20 Februari 2022.

Penetapan tersangka sampai penahanan kedua tersangka dugaan gratifikasi ini terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar tahun 2012-2017.

Menurut Plt Jubir KPK, Ali Fikri, tersangka HS tetap ditahan di Rutan KPK gedung Merah Putih dan tersangka RW tetap ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

Baca Juga: Fakta-fakta Kasus Dugaan Gratifikasi yang Menyeret Herman Sutrisno. KPK Panggil 127 Saksi Aksioma 27 Kali Demo

"Pengumpulan alat bukti hingga saat ini masih terus berlangsung dengan diantaranya memanggil saksi-saksi untuk menjelaskan dugaan perbuatan para tersangka," ucap Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam siaran pers yang diterima Kabar-Priangan.com, Selasa 11 Januari 2022.

Ali Fikri menjelaskan, dalam kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh HS, Tim Penyidik telah memeriksa sekitar 127 saksi dan telah memaksimalkan pemberkasan perkara.

Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 23 Desember 2021 sampai 11 Januari 2022.

Baca Juga: PSSI Umumkan Tiga Klub Liga 1 akan Mewakili Indonesia di Liga Champions Asia dan Piala AFC 2023

Sosok RW, memiliki hubungan dekat dengan HS. Saking dekatnya itu, RW sampai diberi kemudahan mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank.

RW, sang kontraktor ini sempat mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.

Bahkan, antara tahun 2012 sampai 2014, RW dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp 23, 7 Miliar.

Baca Juga: Jika Mesut Ozil Bergabung dengan RANS Cilegon FC, Ini Harga Transfer yang Harus Dikeluarkan Raffi Ahmad

Bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh HS, saat itu RW memberikan fee proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek untuk HS.

Sekitar Juli 2013, HS diduga memerintahkan RW melakukan peminjaman uang ke salah satu Bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp 4,3 Miliar.

Kemudian, uang itu digunakan untuk keperluan pribadi HS dan keluarganya. Terkait cicilan pelunasan pinjaman uang ke bank itu, tetap menjadi kewajiban RW.

Baca Juga: Aksi Ulama Marahi dan Bentak Anggota DPRD Garut Viral, Ini Masalahnya

RW juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada HS dan keluarganya. Diantaranya, tanah dan bangunan untuk pendirian SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) di Kota Banjar.

Selain itu RW juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional Rumah Sakit Swasta yang didirikan oleh HS.

Atas perbuatannya, tersangka RW, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga: MISTERI SUMEDANG: Tempat Ini Jadi Saksi Penampakan Ratu Ular Pesugihan Waduk Jatigede

Sementara, HS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Lebih lanjut dia mengatakan, KPK menyayangkan masih terjadinya praktik kolusi antara Kepala Daerah dan pelaku bisnis melalui berbagai modus korupsi untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya.

"Seorang Kepala Daerah sudah sepantasnya menjadi teladan dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntable melalui pembangunan yang memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakatnya," ujar Ali Fikri.

Baca Juga: Buntut Penghapusan Tunjangan Daerah 779 ASN Guru Bersertifikasi di Banjar, Dampak dari Ketidaktegasan Aturan

Demikian halnya, pelaku usaha sebagai partner pembangunan, seharusnya berkomitmen untuk memegang teguh prinsip-prinsip bisnis yang berintegritas guna menciptakan iklim bisnis yang sehat demi mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

"Kami berpesan, upaya pemberantasan korupsi butuh komitmen yang sungguh-sungguh dan upaya nyata oleh semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun seluruh elemen masyarakat. Karena ikhtiar pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama," pungkasnya.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler