Dimana ketujuh lembaga pendidikan keagamaan tersebut meminta pendampingan hukum LBH Ansor agar kasusnya tuntas ditangani aparat penegak hukum (APH), seperti Polres Tasikmalaya dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya.
Baca Juga: Wanita Cantik Tewas Terlentang di Kamar Kos, Baju Tidurnya Tersingkap
Tersebab, pimpinan lembaga merasa dirugikan oleh pihak-pihak yang meminta pemotongan uang dari bansos tersebut.
"Sangat disayangkan fenomena kasus dugaan adanya pemotongan bansos di Kabupaten Tasikmalaya kembali harus terjadi, setelah di tahun 2018 yang melibatkan Sekretaris Daerah Abdul Kodir lalu. Apalagi pihak penerima manfaat notabene adalah lembaga pendidikan keagamaan yang membutuhkan untuk pembangunan fasilitas pendidikan seperti Taman Kanak-kanak Al-Quran," ujar Rofiq.
Dalam pemotongannya, dijelaskan dia, atas informasi yang didapatkan dari para pimpinan lembaga dan yayasan pendidikan keagamaan tersebut, pada umumnya rata-rata menerima bansos Rp 300 juta hingga Rp 400 juta lebih per satu lembaga.
Dijelaskan, awalnya pada para penerima bantuan ini ditawari oleh seseorang dari salah satu lembaga kepemudaan dan keagamaan untuk mendapatkan bantuan.
Baca Juga: Pesta Miras di Kuburan, Belasan Anak Punk Diamankan. Dua Diantaranya Remaja Putri
Selaian menawarkan diri untuk memfasilitasi lembaga untuk mendapatkan bantuan, dirinya bahkan sudah meminta potongan kepada lembaga ketika bansos tersebut cair. Awalnya 60 persen untuk lembaga penerima bantuan dan 40 persen untuk cash back-nya.
Namun ketika dana bantuan cair diawal bulan Januari 2021 kemarin, kesepakan berubah. Dana yang diterima ini langsung dipotong 50 persen, plus administrasi dan transpot Rp 5 juta oleh pihak tertentu.
"Awalnya hanya meminta 60-40 ketika pencairan bansos dari Pemprov Jabar tersebut. Namun saat cair, pemotongan bisa sampai 50 persen. Termasuk permintaan dana tambahan seperti untuk transport senilai Rp 5 juta," tambah Rofiq.