"RW juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada HS dan keluarganya. Diantaranya, tanah dan bangunan untuk pendirian SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) di Kota Banjar," tutur Ali.
Selain itu RW juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh HS.
Baca Juga: Kronologis dan Biodata Pemuda Mabuk yang Terlindas Kereta Api Akibat Tertidur di Rel Kereta
Atas perbuatannya, tersangka RW disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal itu sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Sedangkan HS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: Desa Karangampel Baregbeg Mendapat Hadiah Sepeda Motor dari Pemkab Ciamis, Ini Penyebabnya
Hal itu sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Lebih lanjut Ali mengatakan, KPK menyayangkan masih terjadinya praktik kongkalikong antara kepala daerah dan pelaku bisnis melalui berbagai modus korupsi untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya.
"Seorang kepala daerah sudah sepantasnya menjadi teladan dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntable melalui pembangunan yang memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakatnya," ujar Ali.