Oknum PNS di Garut Diduga Gelapkan Uang Koperasi Rp1 Miliar Lebih

- 14 Desember 2023, 20:33 WIB
Kasi Intel Kejari Garut, Jaya P Sitompul menyampaikan ada tiga oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Garut diduga telah menggelapkan uang koperasi sebesar Rp1 miliar lebih.
Kasi Intel Kejari Garut, Jaya P Sitompul menyampaikan ada tiga oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Garut diduga telah menggelapkan uang koperasi sebesar Rp1 miliar lebih. /kabar-priangan.com/Aep Hendy/

KABAR PRIANGAN - Tiga oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Garut diduga telah menggelapkan uang koperasi sebesar Rp1 miliar lebih. Kasus ini pun saat ini sudah memasuki persidangan di Pengadilan Negeri Garut. 

Adanya tiga oknum PNS di Garut yang terjerat kasus penggelapan uang koperasi sebesar Rp1 miliar lebih diungkapkan Kasi Intel Kejari Garut, Jaya P Sitompul. Terhadap ketiganya saat ini sudah dilakukan penahanan dan statusnya sudah menjadi terdakwa dan kasusnya sudah memasuki persidangan. 

Dikatakannya, ketiga oknum PNS yang menjadi terdakwa kasus dugaan penggelapan tersebut yakni Dadan Hamdani, Yayah Rokayah, dan Komalawati. Sebelumnya, mereka menjabat sebagai kepala sekolah, bendahara, dan Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan.

Baca Juga: Jutaan Batang Rokok Ilegal dan Miras Dimusnahkan di Depan Rumah Dinas Bupati Garut

"Ketiganya melakukan permufakatan jahat sejak tahun 2018 hingga 2019 dengan melakukan penggelapan uang salah satu koperasi simpan pinjam di Kabupaten Bandung. Nilai uang yang mereka gelapkan mencapai Rp1 miliar lebih," ujar Jaya, Kamis, 14 Desember 2023.

Disebutkannya, dari hasil pemeriksaan diketahui kasus ini bermula saat Dadan Hamdani selaku kepala sekolah curhat kepada bendaharanya Yayah Rokayah. Saat itu Dadan mengaku tengah mengalami kesulitan masalah keuangan. 

Yayah pun, tutur Jaya, kemudian menanggapi curhatan Dadan dengan memberikan informasi keberadaan koperasi simpan pinjam di Kabupaten Bandung yang dapat meminjamkan uang dengan mengatasnamakan sekolah. Untuk jaminannya, bisa dengan pembayaran dana (BOS) biaya operasional sekolah. 

Baca Juga: 4 Tempat Wisata Keluarga di Garut Seru, Cocok Jadi Destinasi Wisata Edukasi Anak Libur Natal dan Tahun Baru

Menurut Jaya, terdakwa Dadan pun langsung tertarik dengan informasi yang diberikan terdakwa Yayah dan ia berniat mengajukan pinjaman.

Yayah pun kemudian menyarankan agar Dadan segera membuat buku tabungan baru dan berpura-pura buku tabungan lama sudah hilang. 

"Saran Yayah agar Dadan membuat buku tabungan baru tersebut bertujuan agar ketika buku tabungan tersebut dijaminkan ke bank, bantuan tetap akan cair ke sekolah. Sedangkan Dadan tetap bisa melakukan pinjaman dengan buku menggunakan tabungan yang satunya lagi," katanya. 

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Alam Leuwi di Garut, Cocok Untuk Petualang Sejati Sambil Menikmati Libur Natal dan Tahun Baru

Jaya menyampaikan, Yayah pun kemudian membantu Dadan melengkapi persyaratan pengajuan pinjaman dan kemudian memberikannya ke pihak pengelola koperasi. Dadan, Yayah, dan pihak koperasi pun bertemu dan saat itu disepakati pengajuan pinjaman dari Dadan disetujui oleh pihak koperasi. 

Berdasarkan kesepakatan, pihak koperasi akan mengabulkan pengajuan pinjaman uang dari Dadan sebesar Rp100 juta akan tetapi ada biaya administrasi sehingga yang akan diterima oleh Dadan hanya Rp94.448.000. Selain itu, pihak koperasi juga menyebut persyaratan pinjam harus menyertakan persetujuan dari bendahara Korwil Pendidikan. 

Perkara ini pun, lanjut Jaya, kemudian melibatkan terdakwa Komalawati yang merupakan Bendahara Korwil Pendidikan di kecamatan tempat sekolah Dadan dan Yayah bertugas. Karena diiming-imingi akan mendapatkan imbalan, Komalawati pun bersedia menjadi penjamin. 

Baca Juga: Pria Gay di Garut Nekat Bunuh Kekasihnya dan Membuangnya ke Sungai

"Karena tergiur dengan imbalan yang dijanjikan Dadan dan Yayah, Komalawati pun mau menandatangani surat penjamin atas pinjaman yang diajukan Dadan. Selanjutnya, pada tanggal 18 September 2018 pun, pinjaman yang diajukan Dadan cair sebesar Rp94.448.000, sesuai kesepakatan," ucap Jaya. 

Mudahnya untuk mendapatkan pinjaman dari koperasi ini, tambah Jaya, membuat Dadan, Yayah, dan Komalawati tergiur untuk mendapatkan uang lebih banyak.

Mereka pun kemudian bermufakat jahat untuk mengajukan kembali pinjaman fiktif dengan menggunakan nama sekolah lain yang ada di daerah tempat mereka bertugas. 

Baca Juga: PPPK Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Garut Dituntut Mampu Menulis dan Publikasi

Dadan dan Yayah, imbuh Jaya, bertugas memilih sekolah yang namanya akan digunakan untuk mengajukan pinjaman, Sedangkan Komalawati bertugas membuat surat penjamin dari pihak Korwil Pendidikan sebagai syarat pengajuan pinjaman. 

Masih menurut Jaya, sebagai Bendahara Korwil Pendidikan, Komalawati tentunya memiliki data lengkap dokumen-dokumen sekolah juga para kepala sekolah serta guru yang bertugas di wilayah tersebut.

Hal ini dimanfaatkannya untuk memuluskan pemufakatan jahatnya dengan Dadan dan Yayah untuk mengajukan pinjaman fiktif dengan mengatasnamakan nama sejumlah sekolah ke pihak koperasi.  

Baca Juga: Satu Tahun Empat Kades di Garut Jadi Tersangka Tindak Pidana Korupsi

Lebih jauh Jaya mengungkapkan, atas pemufakatan jahat yang dilakukan ketiga terdakwa, sejak September 2018 hingga Januari 2019, mereka berhasil melakukan pinjaman fiktif menggunakan data 14 sekolah. Jumlah uang yang dipinjam pun bervariatif mulai dari Rp35 juta sampai Rp100 juta.

“Dalam prakteknya, mereka juga menggunakan jasa sejumlah pemeran kepala sekolah dan bendahara fiktif. Ketika uang pinjaman dari koperasi cair, kepala sekolah dan bendahara fiktif itu pun langsung menyerahkannya kepada terdakwa Yayah dan kemudian dibagi dengan Dadan dan Komalawati," kata Jaya.

Sementara itu para pemeran kepala sekolah dan bendahara sekolah fiktif, tambahnya, mendapatkan imbalan antara Rp500.000 sampai Rp1.000.000. 

Baca Juga: Masyarakat Garut Salurkan Bantuan Rp1 Miliar untuk Palestina melalui Baznas RI

Jaya juga mengungkapkan, aksi ketiganya pada akhirnya terendus oleh pihak koperasi setelah muncul kecurigaan ketika kepala dan bendahara sekolah gadungan tak bisa menunjukan KTP asli saat dimintai oleh pihak koperasi dengan alasan ketinggalan.

Pihak koperasi yang mulai merasa curiga memutuskan untuk datang langsung ke sekolah dan mereka kaget setelah mendengarkan pengakuan pihak sekolah yang mengaku tidak pernah mengajukan pinjaman uang ke koperasi manapun. 

Akibat perbuatan ketiga terdakwa, ucap Jaya, pihak koperasi pun mengalami kerugian hingga Rp1,5 miliar. Dari jumlah tersebut, yang sudah dikembalikan para terdakwa baru sekitar Rp333.500.000 sehingga sisa kerugiannya sebesar Rp1.166.500.000.

Baca Juga: Pasanggiri Mojang dan Jajaka Garut Dorong Promosi Budaya dan Parawisata

"Karena perbuatannya, ketiga terdakwa kami jerat dengan pasal 372 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP juncto asal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini sudah memasuki masa persidangan dan hingga saat ini sudah dua kali persidangan di PN Garut," ujarnya.***

Editor: Nanang Sutisna


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah