Padahal libur Idulfitri merupakan momentum bagi pelaku usaha hotel maupun restoran untuk mendapatkan keuntungan yang akhirnya bisa memberikan kontribusi pendapatan asli daerah kepada Pemkab Garut.
"Memang masih ada wisatawan dari lokal yang suka nginap atau makan di hotel dan restoran ketika libur Lebaran akan tetapi tak lebih dari 10 persen. Selama ini kami mengandalkan kunjungan tamu dari luar Garut tapi kalau ada kebijakan seperti ini, matilah para pengusaha hotel dan restoran yang ada di Garut," katanya.
Deden berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan penyekatan arus kendaraan menuju Kabupaten Garut agar tidak terlalu besar dampaknya terhadap usaha di Garut khususnya sektor usaha perhotelan dan restoran.
Apalagi Garut ini tak termasuk zona merah penyebaran Covid-19 yang tentunya tingkat kerawanannya kecil.
Ia juga menyebutkan, seharusnya dalam menerapkan kebijakan, pemerintah ada klasifikasi antara daerah dengan kerawanan tinggi dengan yang tidak.
Kebijakan harusnya tidak disamaratakan sehingga ini juga bisa menjadi motivasi bagi daerah yang masuk zona merah untuk menurunkan status daerahnya.
Baca Juga: Soal Pelaksanaan Salat Id di Masjid Agung, MUI Kota Tasik Dukung Kebijakan Pemerintah
Deden juga mengungkapkan, 75 persen hotel dan restoran di Garut juga sudah memiliki sertifikat CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment).
Ini juga seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk lebih memberika kelonggaran bagi para wisatawan yang mau datang ke Garut.